Oleh: Mutawakkil
Kalimat ‘Tuhan Tak Perlu Dibela’ merupakan ungkapan yang sangat populer dan memiliki pengaruh yang luas. Kalimat ini tidak hanya menjadi judul buku, tetapi juga sering dijadikan kutipan dalam berbagai media, mulai dari kaos hingga status media sosial.
Kita semua familiar dengan ungkapan “gitu aja kok repot” dari Gus Dur. Namun, dari mana asal-usul kalimat tersebut?
Ternyata, pemikiran Gus Dur yang mendalam tentang Tuhan itu terinspirasi oleh seorang sufi agung bernama al-Hujwiri. Salah satu contohnya adalah kalimat terkenal Gus Dur yang ternyata merupakan kutipan dari karya al-Hujwiri. Kalimat lengkapnya adalah “Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau yang merumuskan, hakikatnya engkau sudah kafir. Allah tidak perlu disesali kalau Dia mnyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela jika orang menyerang hakikat-Nya.”
Lalu siapa al-Hujwiri?
Dalam literatur tasawuf, nama al-Hujwiri bersinar terang seperti bulan purnama di malam yang cerah. Cahayanya menerangi jalan bagi para pencari kebenaran, sama seperti karya-karyanya yang menjadi rujukan penting dalam kajian tasawuf.
Al-Hujwiri bernama lengkap Abu Hasan Ali bin Usman bin al-Ghaznawi al-Jullabi al-Hujwiri. Ia dilahir di Ghaznah, Persia (Iran), awap abad 11 Masehi. Kini, daerah tersebut masuk wilayah Afganistan, negara muslim yang tidak pernah berhenti baku bunuh hingga sekarang.
Karya monumental al-Hujwiri, Kasyful Mahjub, yang berarti ‘membuka tabir rahasia’, telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan literatur tasawuf. Karya seperti Tadzkirul Awliya karya Fariduddin Athar banyak terinspirasi oleh pemikiran al-Hujwiri.
Merujuk pada pemikiran al-Hujwiri, sebagaimana yang dilakukan oleh Gus Dur, adalah langkah yang tepat. Namun, perlu diingat bahwa penggunaan kutipan dari tokoh besar seperti Gus Dur haruslah dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan konteksnya.
Gus Dur tidak hanya memahami konsep yang ia utarakan, tetapi juga mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mengutip perkataannya tanpa memahami konteks dan maknanya yang mendalam dapat menimbulkan kesalahpahaman dan kritikan.