Oleh: Ibnu Abbas
Bulan Juni hingga Agustus adalah musim dimana para orang tua berbondong-bondong menitipkan anaknya ke pondok pesantren. Menitipkannya kepada pengasuh untuk dididik dan menimba ilmu sebagai bekal mengarungi hidup di masa mendatang.
Pondok pesantren menjadi pilihan untuk melabuhkan jenjang pendidikan anak karena pesantren tak hanya mengajari ilmu dan mengasak otak saja, melainkan membentuk karakter dan budi pekerti yang baik yang dilandasi dengan kematangan spiritualitas. Sehingga output yang dihasilkan jauh lebih berkualitas.
Namun salah satu permasalahan yang kadang ditimpa para orang tua saat memondokkan anaknya adalah tidak kerasan atau tidak betah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya, anak belum terbiasa dengan lingkungan hidup pesantren. Anak belum bisa jauh dari orang tua, atau sebaliknya, orang tua masih kepikiran dan belum rela hidup berjauhan dengan anak.
Anak yang tidak kerasan di pondok pesantren juga berpengaruh pada berbagai aspek, termasuk pendidikan formal maupun non formalnya terputus, batinnya terksiksa, pikirannya jenuh bahkan bisa jadi mempengaruhi Kesehatan fisiknya. Untuk itu orang tua perlu melakukan hal ini agar anak cepat kerasan di pondok pesantren.
Pertama, dimulai dari orang tua. Sebagai ibu dan ayah yang menginginkan anak-anaknya sukses di masa mendatang, anda harus merelakan anaknya berproses. Meski harus berjauhan dan jarang bertemu, tetapi semua itu adalah proses yang harus dilalui setiap santri agar meraih ilmu bermanfaat di pesantren.
Hubungan batin antara anak dan orang tua sangatlah kuat. Mereka para santri yang tidak kerasan di pesantren terkadang bukan karena dari dirinya sendiri, melainkan karena orang tuanya yang berat hati melepaskan. Maka sebagai orang tua, anda harus menyadari dan meyakinkan hati bahwa anak sedang dalam proses menimba ilmu untuk kebahagiaan di masa mendatang.
Kedua, orang tua harus terus selalu memberikan pemahaman dan meyakinkan anak bahwa pesantren adalah pilihan terbaik untuk masa depan yang cerah. Di antara beberapa keistimewaan yang dimiliki pesantren dan tidak dimiliki lembaga pendidikan di luar pesantren adalah proses pendidikan yang tak hanya ditekankan pada aspek akademik saja, melainkan juga karakter, budi pekerti dan spiritualitasnya.
Supaya kerasan di pesantren, tunjukkanlah rasa bangga anda sebagai orang tua, karena anak telah memilih pilihan yang tepat untuk berada di Pesantren .
Ungkapan seperti itu, dapat menjadi motivasi anak untuk lebih antusias terhadap kegiatan-kegiatan di Pesantren. Motivasinya senantiasa memuncak. Sehingga ungkapan yang senantiasa terngiang di dalam hatinya adalah ’Saya ingin membanggakan kedua orang tua’.
Ketiga, orang tua harus terus memberi motivasi kepada anak. Sebagaimana iman, terkadang semangat naik turun. Tugas orang tua untuk terus memotivasinya agar selalu bisa berbuat yang terbaik selama berada di pesantren.
Tahun pertama di pesantren adalah tahun terberat bagi anak-anak dan orang tua. Anak harus beradaptasi dengan aktifitas, orang, lingkungan, suasana, suhu, kebersihan, privasi, waktu istirahat dan makanan yang baru di pesantren.
Begitupun dengan orang tua. Di saat anak belum ke pesantren, orang tua biasa melihat di rumah membantu pekerjaan rumah. Namun saat di pesantren, kehadirannya hilang dari kita di rumah.
Oleh karena itu, orang tua harus menyemangati anak. Orang tua dan anak harus memegang prinsip yang sama, yaitu ’tidak masalah berpisah sementara di dunia, yang penting bersama kembali di surga untuk selamanya’.
Keempat, selalu mendoakan anak agar ia selalu ikhlas dan menerima selama menganyam pendidikan di pesantren. Seringkali santri yang baru saja memasuki pesantren rewel dengan keluhan. Yang mana, tentu saja jelas, suasananya jauh berbeda dengan di rumah. Jika di rumah, anak mendapatkan apa yang dia inginkan. Di pesantren, tidak ada istilah santri dimanja.
Santri dilatih hidup dengan berbagai keterbatasan. Orang tua harus ingat dan mengingatkan prinsip bahwa keberadaan santri di pesantren memang jauh dari kasih sayang orang tua secara fisik, tetapi sangat dekat dengan kasih sayang Allah SWT.
Kelima, orang tua senantiasa selalu mengingatkan anak tentang tujuan utama masuk ke pesantren. Ketika santri sedang dalam kondisi rewel, mengeluhkan berbagai hal, tidak betah di pesantren, kemudian mengatakan kekurangan-kekurangannya selama di pesantren. Ingatkan bahwa tujuan masuk pesantren adalah belajar.
Memperoleh pendidikan sekolah dan agama akan sangat berguna di dunia dan akhirat. di tengah perjalanan tersebut, akan sangat banyak rintangan dan cobaan yang menerpa. Sebab nakhoda kapal yang handal lahir dari lautan lepas yang garang.
Keenam, mengajari anak untuk disiplin dan mandiri di pesantren. Meski kedisiplinan dan kemandirian memang sudah dijarkan di pesantren, namun hal itu perlu didukung penuh oleh orang tua.
Terkadang, masuk ke pesantren adalah keinginan orang tua dengan tujuan ananda dapat bersosial dengan orang-orang soleh dan menghindari pengaruh yang sangat buruk di luar pesantren.
Karena itu, sebelum anak memasuki pesantren , orang tua harus membiasakan ananda disiplin dan mandiri di beberapa kegiatan di rumah. Biasakan anak untuk mencuci piring sendiri, menyapu dan mengepel rumah. Hal tersebut akan sangat berpengaruh di saat ananda berada di pesantren .
Ketujuh, sebagai orang tua jangan pernah lupakan aspek spiritualitas, yakni rajin mendoakan anak yang tengah belajar di pesantren. Berdoa merupakan cara paling ajaib memohon petunjuk kepada Allah agar santri senantiasa diberikan kekuatan dan kesabaran dalam melewati masa sulit selama di pesantren.
Berdoa kepada Allah agar ananda dapat menyerap pelajaran dengan baik. Mengamalkan ilmunya serta memiliki akhlak yang mulia.
Kedelapan, bila anak sudah mulai kerasan di pesantren, orang tua jangan sering mengunjungi anaknya di pesantren. Ini sering terjadi pada santri, terutama yang tinggal di dekat pesantren. Orang tua sering mengunjungi anaknya di pesantren.
Mengunjungi anak satu bulan sekali sudah masuk kategori cukup, lebih dari itu masuk kategori sering. Sering mengunjungi anak ke pesantren hanya akan membuat anak semakin tidak betah. Bayangan kenyamanan berada di rumah semakin kuat terbayang di pesantren.
Pikirannya bukan lagi soal bagaimana meningkatkan prestasinya di pesantren. Tetapi anak lebih cenderung mencari alasan agar bisa pulang, berlama-lama di rumah, pada akhirnya memutuskan untuk keluar dari pesantren .
Beberapa langkah tersebut bisa dilakukan orang tua agar anak cepat kerasan di pesantren.