Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Suara Santri · 1 Mei 2023 16:00 WIB ·

Ada 3 Golongan Pencari Ilmu, Dimanakah Posisimu?


 Ada 3 Golongan Pencari Ilmu, Dimanakah Posisimu? Perbesar

Penulis: Moh. Faiq

Imam Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali dalam kitabnya Bidâyah al-Hidâyah, membagi manusia menjadi 3 golongan dalam mencari ilmu.

Pertama, golonganal-faizîn (golongan orang-orang yang beruntung). Ia adalah golongan pencari ilmu yang menjadikan ilmunya untuk dijadikan bekal perjalanan menuju akhirat dan semata-mata hanya ingin mengharap ridha dan petunjuk dari Allah SWT.

Kedua, golongan al-mukhatirin (orang-orang yang bertaruh). Ia adalah golongan pencari ilmu yang menjadikan ilmunya sebagai penolong kehidupannya di dunia. Ia menjadikan ilmunya sebagai perantara untuk memperoleh kemuliaan, pangkat dan harta dunia.

Padahal sejatinya, ia telah menyadari di dalam hati kecilnya bahwa niat pencarian ilmunya keliru dan teramat hina. Sehingga, apabila ia mati sebelum bertaubat maka dikhawatirkan mati dalam keadaan sûul khatimah. Namun jikalau ia bertaubat sebelum ajal menjemputnya karena memperoleh hidayah dari Allah SWT., mengamalkan ilmunya serta meluruskan niat dan memperbaiki perbuatan-perbuatan jahat yang telah dilakukan, maka ia masih bisa digolongkan ke dalam golongan yang pertama yakni golongan orang-orang yang beruntung.

Ketiga, golongan al-halikîn (orang-orang yang celaka). Ia adalah golongan pencari ilmu yang jiwanya telah dikuasai oleh setan. Para pencari ilmu yang tergolong ke dalam golongan yang ketiga ini mencari ilmu semata-mata hanya untuk kepentingan hawa nafsunya. Ia mempergunakan ilmunya sebagai alat perantara untuk memperbanyak harta, berbangga diri akan pangkat yang tinggi, serta menyombongkan diri karena memiliki banyak pengikut. Ia menjadikan ilmunya sebagai tumpuan untuk meraih kesenangan duniawi.

Sekalipun demikian, karena jiwanya telah terperdaya oleh setan, ia masih merasa baik dan mengira bahwa dirinya memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT karena penampilan dan kepandaian berbicaranya yang menyerupai ulama, padahal ia sangat rakus terhadap dunia. Sangat kecil sekali kemungkinannya untuk bertaubat, sebab ia telah merasa dirinya tergolong ke dalam golongan orang
yang baik.

Nabi pernah menyinggung golongan yang ketiga ini di dalam haditsnya:

اَنَا مِنْ غَيْرِ الدَّجَّالِ اَخْوَفُ عَلَيْكُمْ مِنَ الدَّجَّالِ فَقِيْلَ وَمَا هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ عُلَمَاءُ السُّوْءِ

“Ada sekelompok orang selain Dajjal, yang paling aku takutkan atas kalian semua, kekhawatiran ini lebih dari kekhawatiranku terhadap Dajjal.” Lalu ada salah seorang yang bertanya kepada Rasulullah saw.: “Siapakah mereka itu ya Rasulullah?” Beliau lalu menjawab: “Mereka itu adalah ulama sû` .”

Mengapa demikian? Karena menurut Imam Al-Ghazali, Dajjal sudah memiliki tujuan yang jelas yaitu menyesatkan manusia. Sedangkan ulama sû` (ulama jelek) menganjurkan orang-orang untuk berpaling dari cinta dunia dengan ucapannya yang manis, tetapi pada hakikatnya mendorong orang-orang untuk mencintai dunia dengan sikap dan tingkah laku serta keadaan sehari-harinya yang hidup serba mewah.

Dalam salah satu pepatah disebutkan, Lisânul hâl afshahu min lisânil maqâl. Bahwa tingkah laku seseorang itu lebih berkesan daripada ucapannya. Dan telah menjadi tabiat manusia pada umumnya untuk lebih mudah tertarik dan meniru perbuatan seseorang daripada ucapannya.

Maka kita para pencari ilmu harus berhati-hati, jangan sampai menjadi golongan yang kedua, karena tidak sedikit orang yang lalai yang telah menemukan ajalnya sebelum bertaubat. Dan harus berusaha pula untuk tidak menjadi golongan yang ketiga, karena dapat menjerumuskan ke jurang kebinasaan yang sulit diselamatkan dan tidak dapat diharapkan kebahagiaannya di hari kemudian.

Buat apa banyak harta, jikalau hidup tidak berkah? Maka carilah ilmu hanya dengan mengutamakan Allah saja. Karena ilmu yang benar adalah ia yang mampu menjadi perantara dekatnya dengan sang Pencipta bukan malah semakin menjauhkan-Nya.

Wallahu `Alam Bissawab.

Sumber : Kitab Maraqil Ubudiyyah Syarh Bidâyah al-Hidâyah, karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantanî dan Kitab Bidâyah al-Hidâyah karangan Imam Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali.

Artikel ini telah dibaca 9 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Santri dan Maulid Nabi

16 September 2024 - 11:22 WIB

Mengenal Tradisi Endog Endogan dalam Peringatan Maulid Nabi di Banyuwangi

15 September 2024 - 06:11 WIB

Asal Muasal Perayaan Maulid Nabi, Dirayakan Seorang Sultan

15 September 2024 - 06:07 WIB

Tiga Sikap dan Karakter Kiai Indonesia yang Perlu Diketahui

30 Agustus 2024 - 22:31 WIB

Esensi Makna Kiai

30 Agustus 2024 - 22:20 WIB

Anak Muda dalam Membangun Kehidupan yang Toleran: Studi Kasus di Madura

30 Agustus 2024 - 20:51 WIB

Trending di Suara Santri