Oleh : Faizal Amin
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابرُوْنَ أَجْرَهُمْ بغَيْرِحِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”
Janji Allah kepada hamba-Nya yang sabar tidak lagi diragukan, orang yang senantiasa bersabar selian mereka mendapatkan pahala tapi juga mendapatkan sebuah ketenangan, baik di dunia maupun akhirat nya.
Imam al-ghulayaini dalam kitabnya idhotun Nasi’in mengatakan
إن الرجل العاقل من يصبر على الخطوب ويقابلها رابط الجاش لا يقابلها مشدوها لا يستقر على حال من القلق
“Sesungguhnya orang yang berakal sempurna ialah orang yang sabar terhadap segala macam kesulitan, juga sanggup menghadapinya dengan hati yang tabah dan teguh. Orang yang berakal sempurna, bukanlah orang yang mudah bingung ketika menghadapi kesulitan dan selalu dalam ke gelisahan”
(Mustofa al-ghulayaini, idhotun Nasi’in, hal 8)
Namun sabar sendiri sebenarnya tidak selalu tentang bertahan dari sebuah cobaan, akan tetapi sabar bisa kita artikan lebih luas. Jika dibagikan sedikit nya sabar bisa dibagi menjadi dua bagian: sabar dari dan sabar untuk. Sabar dari, adalah sebuah perilaku kita atau sikap kita ketika menerima sebuah cobaan dalam hal ini syekh al-ghulayaini memberikan sebuah arahan untuk menyelesaikan dan menyikapi-nya.
Dalam paragraf sebelumnya al-ghulayaini mendifinisikan orang cerdas atau berakal ketika ia sabar tidak gelisah dalam menghadapi macam cobaan, berikut nya al-ghulayaini juga meminta kita untuk tenang dan perlahan dalam menyelesaikan nya. Bukan terburu-buru, gelisah, bingung dan berbagai macam sikap yang tidak patut dilakukan apalagi sampek misu, menyalahkan dan semacamnya, karena menurut beliau sikap tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak berakal
أما النفس الجاهلة فهي دائمة الاضطراب لكل خطب ينزل وإن كان يسيرا، لأنها تعتقد أن لا قبل لها بتلقيه، ولا طاقة لها بدفعه فهي لا تستطيع التلمص منه ولا تقدر على التفضي من عاديته
“Adapun jiwa orang-arang yang bodoh itu selalu bingung setiap kali menghadapi kesulitan, meskipun itu sangat kecil. Sebab, dia telah berkeyakinan, bahwa dirinya tidak sanggup menghadapinya dan tidak mampu menolaknya. Dia merasa. tidak bisa membebaskan diri dari persoalan yang dihadapinya. Itulah perbedaan antara dua jiwa manusia (orang yang berakal dan tidak)”.
Al-ghulayaini juga mengarahkan, untuk mempunyai sifat bagian pertama dalam artian orang yang berakal, kita harus membiasakan sikap tersebut, yakni tenang dan membiasakan prilaku kebaikan serta tidak selalu mengikuti hawa nafsunya.
Sedangkan sabar untuk, adalah sikap atau perilaku kita untuk mengerjakan suatu kebaikan, atau untuk meninggalkan keburukan. Seperti halnya sabar untuk selalu belajar, kuliah, mondok tanpa terburu-buru menikah. Sabar untuk tidak menge-chat keluarga atau orang yang dikaguminya untuk fokus ketujuan besarnya, pun juga sabar untuk berproses karena semua ada waktunya. Buah-buahan akan matang pada masanya begitupun manusia, semua ada proses yang harus dilalui dan hal itu harus dinikmati jangan sampek proses itu kita anggap cobaan atau sebuah siksaan.
Rasulullah SAW bersabda:
الصَّبْرُ ثَلاَثَةٌ فَصَبْرٌ عَلَى الْمُصِيْبَةِ وَصَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ وَصَبْرٌ عَنِ المَعْصِيةِ (رواه ابن أبي الدنيا عن علي)
“Sabar ada tiga: sabar atas musibah, sabar dalam ketaatan dan sabar menjauhi maksiah”
Terakhir sebuah kutipan dari ulama yang jika kita membaca nya dalam keadaan sedih maka akan bahagia dan ketika dibaca dalam keadaan gembira maka kita harus mengurangi nya
هذا الوقت سيمضي
“Keadaan saat/waktu ini, sebentar lagi akan hilang”