Oleh : Muslimah
Bahagia yang ku ukir tak kunjung menepi di pelabuhannya. Hariku tak selalu indah berseri. Kakiku membeku tatkala pupil mata ini mengecil enggan menerima cahaya yang masuk untuk membimbingku ke jalan yang ingin kutuju.
Aku bukanlah seorang pengecut yang terdiam diri menghadapi sebuah masalah. Namun sayap-sayapku telah patah termakan masa. Aku yakinkan sepenuh hati bahwa air mataku akan menepi. Aku pasti bisa bangkit dari rasa kehilanganku yang telah menjadi penyekat semangat yang sempat ada.
Mataku tak henti menjelajahi isi kamar, bibirku menarik garis senyum. Dalam perjalanan telah aku bulatkan semangat menjemput mimpi. Aku memberanikan diri keluar kamar, kemudian berjalan pelan menuju ruang tamu. Kekerasan fisik dan verbal yang aku terima menjadi trauma yang berdampak buruk bagi kehidupan.
Aku adalah anak SMA yang tidak memilik ayah sejak kecil karena kecelakaan yang terjadi padi keluarganya. Namanya Ayla Hagia Sopia, yang sering diperlakukan buruk oleh Kakak dan Neneknya baik kekerasan fisik atau hal lainnya. Tak pernah terpikir dalam hidup Ayla akan mengalami hal seperti ini. Bahkan di jual ke club malam, Ayla sering dilecehkan oleh para lelaki hidung belang dan juga kakak sepupunya sendiri.
“ Ayla! Mau kemana kamu?” Ayla terpental karena rambutnya ditarik oleh seseorang dari belakang.
“Aw…. Sakit kak. Aku hanya ingin keluar mencari angin”. Kak Rian membantingku ke lantai. Hal ini memang sudah biasa terjadi. Ayla sudah sering menjadi korban dari permainan Kak Rian yang suka main wanita, judi, mabok, mencuri dan lain sebagainya.
“Halah basi. Mending kamu tuh cari uang yang banyak
Biar gak nyusahin keluarga. Mending lu ke club jual diri aja kan dari pada sekolah yang gak ada manfatatnya sama sekali nanti enak kan banyak dapat uang” Aku menangis mendengar bentakan dari Kak Rian. Seperti dihantam oleh seribu bola batu. Berlari menuju taman adalah solusi yang sangat ampuh dalam situasai mencekam seperti sekarang ini.
“Bunda, Ayla kangen banget sama bunda sama ayah. Bagaimana kabar kalian? Baik kan? Ayla disini tidak baik-baik saja Bun. Ayla pengen ngumpul lagi sama kalian. Ayla anak durhaka ya?! Kerjaannya cuman nyusahin. Ayla sudah gak ada harganya Bun, Ayla bukan anak baik-baik yang bisa membanggakan hati orang tua. Ayla wanita jalang yang kerjaannya hanya melayani nafsu laki-laki dan meminta bayaran yang banyak dengan jaminan memuaskan pelanggan. Ayla bingung Bun harus bagaimana…..hiks…..Ayla pengen mati aja nyusul Bunda sama Ayah disana…….hiks……” Air mata yang sudah diberikan dinding kuat akhirnya dinding pertahananku ambruk tak bisa menahan genangan air yang selalu meminta untuk keluar.
Setelah puas menghina diriku sendiri, aku peranjak pergi menuju tempat dimana tempat itu sangat-sangat tidak ingin aku kunjungi. Tetapi kondisinya saat ini yang memaksa untuk kembali ke tempat neraka itu. Luka yang sekian lama aku pendam tak jua keluar dari mulutku. Hanya gerimis hujan yang dapat aku jadikan sebagai sandaran. Embun pun ikut serta tapi mengapa aku masih belum bisa merdeka? Yah seperti itulah aku.
“Ayla, kamu kemana aja?! Kamu lupa sekarang jadwal kamu kerja? Disiplin dong Ayla, gimana sih!”. Aku mengangguk atas ucapan mami Desi. Tidak mungkin kalau Aku melawan perintah atasannya. Aku beranjak dari tempatku berdiri menuju meja dekat lantai dansa.
Aku muak melihat tempat ini. Begitu banyak hal yang aku lakukan disini tampa adanya kemauan dariku sendiri. Meminum vodka adalah hal rutin yang aku lakukan ketika sudah jadwal kerja. Aku tidak ingin melayani para pria dalam keadaan sadar. Karena terlalu menyakitkan bagiku untuk mengingat dimana harga diriku diambil oleh para pria hidung belang.
“ Heh Ayla, tuh di tunggu di kamar no.4 sama pelangganmu. Di tunggu katanya”. Huhh…..aku begitu muak dengan hal ini. Aku meminum vodka itu sekali teguk dengan porsi yang banyak. Dengan hitungan detik kepalaku sudah pusing dan terasa mengambang. Entah apa yang akan terjadi setelah ini aku pasrah saja.
“Assalamu’alaikum Wr.Wb”. Aku tidak pernah lupa mengucapkan salam meski Dia bekerja di tempat ini bahkan dalam kondisi mabok pun apalagi Aku tidak mabok berat hanya mabok biasa karena aku minum tidak sampai satu botol. Aku memutar knop pintu kemudian menutupnya. Tinggi, putih, tampan, dan masih muda. Itu pandangan pertama yang Aku lihat setelah menutup pintu kamar.
“Hai…”. Sapanya.
“Hai juga. Kenalin Ayla”. Aku menulurkan tangan dan disambut ramah oleh pria itu. Jurus andalanku adalah tersenyum manis. Itu adalah pesan yang selalu Mami sampaikan pada semua bawahannya.
“Faris dek. Masih SMA ya?”. Aku mengangguk. “Pantesan soalnya kelihatan paling muda dari yang lain”.
“Iya kak. Kalau kakak tidak minat gak papa cari yang lain saja. Kalau terhadap saya santai tidak ada unsur paksaan” Aku tersenyum kaku. Jika disuruh milih lebih baik mati saja dari pada harus hidup seperti ini. Tetapi Aku berfikir panjang apalagi masih banyak hal yang harus aku lakukan di dunia ini.
“Tidak dek, saya maunya kamu. Saya hanya ingin ditemani ngobrol bukan mau minta kamu temani yang aneh-aneh. Saya aslinya kurang suka sama tempat seperti ini tapi saya sangat ingin menegenal kamu lebih jauh. Tidak kenapa saya ada ketertarikan untuk mengenal kamu lebih jauh lagi”. Pria itu menyuruhku duduk di kasur tetapi ada jarak di tengah-tengah kami.
“Hmm kok bisa begitu ya?”.
“ Tidak tau juga kenapa. Tapi saya memang benar-benar ingin kenal sama kamu lebih jauh lagi” aku hanya mengangguk dan tersenyum. Sejujurnya aku tidak enak ketika kondisi seperti ini, tapi aku takut membuat pelanggan tidak nyaman apabila jujur.
“Hmm iya tidak apa-apa”.
Aku menjalin hubungan pertemanan begitu cepat dengannya. Faris langsung mengajakku berteman dan aku pun mau karena tidak ada salahnya kalau hanya ingin berteman ‘kan. Saling menceritakan kegiatan sehari-hari baik di rumah, sekolah, dan di tempat ini sudah menjadi kegiatan yang sering aku lakukan dengan Faris. Dan aku juga tidak keberatan apalagi Faris itu orangnya sik kalau diajak ngobrol.
“Oh iya mau nanyak, maaf ya kalo sedikit lancang. Gimana perasaan kamu ketika melayani laki-laki yang sudah memesanmu? Maaf kalau lancang” Aku tersenyum lagi, lagi dan lagi.
“Hah….Gini ya. Ketika ada seorang pelacur yang melayani anda bukan berarti itu semua kemauannya. Dia tersenyum dan semacamnya hanya demi kepuasan pelanggan. Jadi tidak semua pelacur menikmati pekerjaannya sebagai pelacur”. Aku tersenyum sinis kepada faris. Aku memang sedikit jengkel ketika mengingat faktor apa yang membuatku berada di tempat ini. Tetapi aku merasa begitu lega ketika sudah mengeluarkan unek-unek yang selama ini Aku pendam sendirian.
“Kalau saya minta temenin sama kamu terus tidak apa-apa kan? Terserah kamu mau minta bayaran berapa. Saya tidak akan macam-macam sama Ayla”. Aku mengangguk. Begitu nelangsanya hidupku ketika sudah seperti ini. Harga diri menjadi taruhan demi kepuasan nafsu belaka dari keluarku sendiri yang tidak pernah bisa mengerti kondisiku. Kapan aku bisa merdeka ya Rabb?
“Iya tidak apa-apa. Kalau masalah bayaran terserah mau ngasih berapa”. Faris mengangguk kemudia berpamitan untuk kembali ke rumahnya.
Akhir-akhir ini, Aku sering bersama Faris di tempat neraka ini tetapi kami tidak pernah melakukan hal diluar batas wajar. Hanya ngobrol-ngobrol santai saja. Bahkan berkat Faris, Aku sudah tidak pernah melayani laki-laki untuk memuaskan nafsunya karena sering menemani Faris berbincang-bincang. Kalau masalah bayaran, hasil bayarankumalah lebih tinggi dari yang lain.
Setelah 5 bulanan, Aku resmi berhenti bekerja disana lantaran Faris memohon kepada Mami Desi untuk menikahiku. Faris tidak memandang apakah aku putus sekolah dan tidak belajar atau semacamnya. Begitu bersyukurnya aku ketika mendengar kabar itu. Semoga saja selesai dari sini masa depanku lebih cerah meski sebelumnya aku berbuat salah yang sudah lewat batas normal. Tetapi aku bakal terus berusaha untuk mencapai apa yang menjadi tujuanku.
Memang, hidupku jauh dari kata bahagia. Tetapi dari situ aku bisa belajar bahwa memerdekakan diri sendiri itu perlu. Dan kini, telah aku bulatkan tekatku menjemput mimpi meski aku sudah putus sekolah. Karena tidak ada usaha yang sia-sia. Apabila jatuh maka harus bangkit lagi. Banyak cara untuk menggapai mimpi asalkan kita mau berusaha dan ada keinginan untuk maju.
*Penulis adalah siswi kelas X SMA Zainussalim, Perigi Barat, Gadu Barat, Ganding, Sumenep