Oleh : Shofiyullah HS
Dalam Islam kita merayakan maulid Nabi sebagai bentuk kebahagiaan kita terhadap lahirnya sang Baginda Nabi Muhammad Saw. Bukan hanya itu, sering kali perayaan Harlah dilakukan untuk memperingati sebuah kelahiran baik berupa personal, lembaga, organisasi atau bahkan sebuah waktu yang sangat membahagiakan ketika seseorang menemukan cinta sejatinya dalam hidup yang dikenal dengan Happy Anniversary.
Selain umat Islam, saudara kita se tanah air yaitu umat Kristen juga merayakan Harlah dari Yesus Kristus. Mereka menetapkan 25 Desember sebagai hari Natal yang akhirnya menumbuhkan nilai-nilai positif yang mereka lakukan untuk memperingati hari tersebut. Mulai dari berbagi makanan, bertukar hadiah, misa di Gereja, menghiasi rumah dengan daun holly, mistletoe dan pohon Natal.
Kata Natal berasal dari bahasa Portugis yang mempunyai arti ‘Hari Kelahiran’ yang merupakan serapan dari bahasa latin Dies Natalis.
Kata Dies Natalis sering digunakan dalam acara-acara besar di perguruan tinggi ataupun di organisasi-organisasi besar, tetapi hal itu merupakan hal yang biasa-biasa saja ketika dilakukan dengan berlandaskan pada acara mereka, dalam artian kata Dies Natalis itu bisa digunakan untuk apapun saja.
Beda halnya dengan kata ‘Natal’ meskipun dari akar kata yang sama tetapi punya konotasi yang berbeda. Kalau di Islam, kata ‘Maulid’ yang berkonotasi pada hari kelahiran Baginda Nabi.
Ketika berbicara istilah secara etimologis, tentu umat Islam dan umat Kristiani mempunyai istilah yang berbeda dalam hari lahir masing-masing yang akhirnya menjadi hari suci dan penuh kebahagiaan.
Tetapi itu akan menjadi sesuatu yang janggal ketika umat Kristiani mengucapkan selamat Maulid Nabi atau umat Islam sendiri mengucapkan selamat hari Natal karena tentunya latarbelakang dari keyakinan yang berbeda dan itu merupakan hal yang dianggap tidak biasa.
Baiklah, setidaknya kita umat Islam tahu dulu kalau mengucapkan selamat Natal itu hukumnya boleh. Didalam Fatawa Ibn Hajar Juz 1/528 disebutkan :
فالحاصل أنه إن فعل ذلك بقصد التشبه بهم في شعار الكفر كفر قطعاً أو في شعار العيد مع قطع النظر عن الكفر لم يكفر، ولكنه يأثم وإن لم يقصد التشبه بهم أصلاً ورأساً فلا شيء عليه
“Maka inti dari pembahasan ini adalah jika melakukan (ucapan selamat Natal) itu dengan maksud menyerupai dengan mereka dalam syi’ar kekufuran maka hukumnya adalah kafir secara pasti, atau hanya menyerupai dalam syi’ar tetapi bukan karena menghitung terhadap kekufuran mereka maka tidak dihukumi kafir hanya saja berdosa. Akan tetapi jika tidak ada unsur menyerupai sama sekali maka tidak apa-apa.”
Lebih jauh, sebagai umat Islam yang bijak tentu kita tidak hanya melihat perayaan Natal itu sebagai kebahagiaan yang dilakukan oleh orang yang kufur kepada Allah.
Setidaknya, meskipun dengan landasan teologis yang berbeda dengan agama Islam ada beberapa nilai-nilai keislaman yang terkandung dalam perayaan hari Natal tersebut.
Sebut saja, ketika seseorang memberikan hadiah dengan Sinterklas mereka, menghiasi rumah dengan lampu-lampu yang indah, berbagi makanan dan lain sebagainya. Diakui atau tidak, tindakan seperti itu adalah ajaran Islam yang mempunyai nilai sangat positif.
Di Islam melalui ayat-ayat Allah Swt. kita diajarkan bagaimana memberi makan terhadap mereka yang sedang kelaparan, menghiasi rumah yang tidak elok agar indah dipandang mata dan tentunya banyak dalil-dalil tentang itu yang sebenarnya diajarkan di dalam agama kita.
Di akhirat itu urusan lain, urusan perindividu apalagi urusan akidah tidak perlu dijadikan persoalan untuk bergandengan tangan membangun peradaban kemanusiaan, apalagi jika kita bertetangga dengan mereka atau menjadi salah satu rekan kerja. Prinsip-prinsip dasar kemanusiaan harus tetap dijaga dengan batasan tidak sampai mencederai akidah Islam itu sendiri.
Ada sebuah riwayat yang sangat menarik dari Imam Bukhari, Abu Daud dan Ahmad dari Anas bin Malik Ra. bahwa ada seorang Yahudi yang berkhidmah kepada Rasulullah Saw, suatu saat, orang Yahudi ini sakit lalu Rasulullah Saw. menjenguknya, beliau duduk di dekat orang ini dan bersabda “Masuklah dalam agama Islam” maka orang ini melihat kepada ayahnya yang kebetulan berada di dekatnya juga, lalu ayahnya berkata “Ikutilah apa yang diperintahkan Abal Qasim” dan akhirnya orang ini masuk Islam. Lalu Rasulullah Saw. keluar dan berdoa :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنْ النَّارِ
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka”
Rasulullah Saw. mengajarkan kita agar tetap baik terhadap siapapun dengan prinsip kemanusiaan tanpa harus mencederai akidah sendiri.
Jika mengucapkan selamat hari Natal akan mempererat hubungan antar umat Islam dan Kristen seperti kita ada di Amerika Serikat yang mayoritas umat Kristiani maka mengucapkan itu bisa dikatakan baik karena mempunyai sisi positif yang sangat jelas.
Tetapi beda halnya ketika berada di Madura yang kebetulan umat Kristiani menjadi minoritas maka mengucapkan selamat hari Natal di sini merupakan sesuatu yang kurang bijak karena disamping sesi positifnya sedikit terbatas dari sedikitnya umat Kristiani juga dampak negatifnya akan sangat parah dari umat Islam yang menyoroti hal itu karena dianggap sesuatu yang negatif.
Menghormati dan memanusiakan sudah dianggap cukup sebagai toleransi sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi, tidak perlu ikut merayakan dan membangga-banggakan terhadap perayaan yang mereka lakukan.
*Wakil Ketua III PC IPNU Kabupaten Pamekasan Madura.