Sastra merupakan suatu kalimat yang maknanya berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan bangsa Arab, baik dari masa Badui sampai pada masa peradaban. Jika merujuk kepada masa pra-Islam, tidak ditemukan penerapan kata sastra oleh para penyair. Hanya saja pada masa itu ditemukan kata أَدَبَ yang bermakna mengajak untuk mendatangi pesta (jamuan makan).[1] Seperti yang didendangkan oleh Thorfah bin al-‘Abdi dalam sya’irnya;
نَحْنُ فِي الْمَنْشَاةِ نَدْعُوْ اَلْجَفَلَى * لَا تَرَى اَلْآدَبَ فِيْنَا يَنْتَقِرْ
“Pada musim hujan tiba, kami mengundang orang-orang untuk berkumpul * dalam acara pesta jamuan makan.“[2]
Kaitan kata أَدَبَ dengan sastra bermula dari adat yang dilakukan pada zaman pra-Islam duhulu. Di mana ketika musim penghujan, mereka berkumpul untuk mengadakan jamuan makan. Pada saat berkumpul ini, satu sama lain saling menunjukkan sya’irnya masing-masing. “Barangsiapa yang sya’irnya bagus, maka ia akan mendapatkan penghormatan yang lebih dan termasuk orang yang diagungkan.”[3]
Pada masa pra-Islam ini, sya’ir di atas tidak ada yang memindah makna tersebut. Kemudian ketika Islam datang, makna itu dipindah melalui ucapan Rasullullah SAW menjadi kasuistik disiplin moral. Diungkapkan bahwa Rasulullah SAW merupakan orang yang sangat fasih dalam mengucapkan bahasa Arab, dan paling jelas dalam memberikan keterangan. Ini tidak lain karena Rasul mendapatkan bimbingan langsung dari Allah.
tonton juga: JIHAD SANTRI MASA KINI | short movie grup taks 1 duta damai santir jawa timur
Suatu ketika, Sayyidina Ali Krw mendengar Rasulullah SAW berbicara dengan salah seorang utusan Bani Nahd. Mereka berkata kepada Rasulullah SAW: “Kami berasal dari satu rumpun dan kami melihat tuan berbicara dengan setiap utusan orang Arab tentang bahasa yang tidak kami ketahui.” (Dijelaskan bahwa Rasulullah Saw berbicara dengan fasih kepada orang Arab dari berbagai bangsa dan suku). Kemudian Rasulullah Saw berkata:
أَدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْـبِى
“Allah telah mendidikku, kemudian menyempurnakan pendidikanku.” [4]
Dari penjelasan ini, kata أَدَبَ digunakan sebagai makna untuk mengungkapkan sastra, karena kefasihan dan keindahan retorika kata yang diucapan oleh Ralulullah SAW yang mampu mengimbangi semua lawan bicara tanpa memandang suku.
baca juga: Wanita Shalehah Sebagai Sumber Kaderisasi Terbaik
Kemudian, penjelasan tentang sastra ini diperkuat juga oleh Ibnu Khaldun dalam Muqodimah-nya pada bab yang membahas tentang “Bahasa Arab” beliau berpendapat bahwa:
وَهِيَ اَلْإِجَادَةُ فِيْ فَنِيِ الْمَنْظُوْمِ وَالْمَنْثُوْرِ، عَلَى أَسَالِيْبِ الْعَرَبِ وَمَنَاحِيْهِمْ
“Sastra yaitu kemampuan untuk menguasai keilmuan dibidang sya’ir (puisi) dan tulisan natsar (prosa) sesuai dengan metode dan karakter Arab.”[5]
Kemudian, Dr. Syauqi Dhoifi, dalam Tarikh al-Adab al-Arabi, meringkas penjelasan tentang sasta sebagaimana berikut:
اَلْكَلَامُ اَلْإِنْشَائِى اَلْبَلِيْغِ اَلَّذِيْ يَقْصُدُ بِهِ إِلَى التَّأْثِيْرِ فِيْ عَوَاطِفِ الْقُرَاءِ وَالسَّامِعِيْنَ، سَوَاءٌ كَانَ شِعْرًا أَمْ نَشْرًا
“Perkataan yang indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa yang mengucapkan atau mendengarnya, baik berupa sya’ir maupun natsar.”[6]
Pemaparan di atas dapat ditarik benang merah bahwa kata أدب yang dimaknai sebagai ‘jamuan makan’ pada zaman pra-Islam, dialih persepsipkan menjadi kalam yang indah pada zaman Rasulullah. Ungkapan yang indah ini tidak hanya pada syair saja (seperti yang anggapan kebanyakan orang). Akan tetapi sastra mencakup kalimat-kalimat yang indah tentang apa saja, baik itu berupa syair maupun kalam natsar.
Catatan: Syair dalam kajian bahasa Arab biasa diucapkan sebagai susunan kata yang fasih yang terikat dengan rima (pengulangan bunyi) dan matra (unsur irama yang berpola tetap) dan biasanya mengungkapkan imajinasi yang indah dan berkesan memikat. Sedangkan yang dimaksud dengan prosa adalah nama lain daripada prosa. Sebuah sastra tulis yang menjadi salah satu dari kesenian yang di dalamnya tidak terikat dengan kaidah puitika (perkataan yang tidak diatur oleh wazan dan qofiyah).
[1] Dr. Syauqi Dhoifi, Tarikh al-Adab al-Arabi, hlm. 7 (Dar al-Ma’arif)
كلمة أدب من الكلمات التي تطور معناها بتطور حياة الأمة العربية، وإذا رجعنا إلى العصر الجاهلى تنقب عن الكلمة فيه لم نجدها تجرى على السنة الشعراء ، إنما تجد لفظة أدب : الداعي إلى الطعام
ومن ذلك المأدبة يمعنى الطعام الذي يدعى إليه الناس . واشتقوا من هذا المعنى أدب يأدب بمعنى صنع مادية أو دعا إليها
وليس وراء بيت طرفة أبيات أخرى تدل على أن الكلمة انتقلت في العصر الجاهلي من هذا المعنى الحسى إلى معنى آخر ، غير أننا نجدها تستخدم على لسان الرسول صلى الله عليه وسلم في معنى تهذيبي خلقي ، ففي الحديث النبوى أدبني ربي فأحسن تأديبي
[2] Thorfah al-Abdi, Diwan Thorfah, hlm. 5 (Al-Waarid)
المنشاة : الشتاء، الدعوة الجفلى : العامة ، الآدب : الداعى إلى الطعام، لا ينتقر : لايختار اناسا دون اخرين
[3] Abdurrohman bin Kholdun, Muqodimah Ibnu Khaldun, hlm. 489, (Beirut: DK Ilmiyyah, 2009)
واعلم ان فن الشعر من بين الكلام لان شريفا عند العرب
[4] Mujad ad-Din ibnu Atsir, An-Nihayah fi Ghorib al-Hadist wa al-Atsar, hlm. 4, vol 1 (CD: Maktabah Syamilah)
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كان أفصح العرب لسانا، وأوضَحَهُمْ بيانا. وأعذَبَهم نُطقا، وأسَدَّهم لفظا. وأبيَنَهم لَهجَة، وأقومَهم حُجة. وأعرَفَهُم بمواقع الخطاب، وأهدَاهم إلى طُرق الصواب. تأييداً إلهِياً، ولُطفا سماويا. وعنايَةً رَبَّانية، ورعايَةً رُوحانية، حتى لقد قال له عليُّ بنُ أبي طالب كرم الله وجهه- وسَمِعَهُ يخاطبُ وَفْد بَني نَهْد-: يا رسول الله نحن بنو أب واحد، ونراك تكلم وفود العرب بما لا نفهم أكثره! فقال «أدَّبني رَبّي فأحْسَنَ تَأديبي، وَرُبِّيتُ في بني سَعْد» . فكان صلى الله عليه وسلم يُخَاطب العرب على اختلاف شُعُوبهم وقبائلهم، وتَبَاين بُطونهم وأفخاذهم وفصائِلِهم، كلاًّ منهم بما يفهمون، ويحادثهم بما يعملون.
[5] Abdurrohman bin Kholdun, Muqodimah Ibnu Khaldun, hlm. 475, (Beirut: DK Ilmiyyah, 2009)
علم الآدب هذا العلم لا موضوع له. ينظر في إثبات موارضه أو نفيها وإنما المقصود منه عند أهل السان المرأة، وهي الإجادة في فَنِيِ المنظوم والمنثور، على أساليب العرب ومناحيهم؛ فيجمعون لذلك . كلام العرب ما عـاء تحصل به الكلمة، من شعر عالي الطبقة وسجع متـار في الإجادة ومسائل من اللغة والنحو، مبثوثة أثناء ذلك، متفرقة، يستقري منها الناظر في الغالب معظم قوانين العربية،
[6] Dr. Syauqi Dhoifi, Tarikh al-Adab al-Arabi, hlm. 7 (Dar al-Ma’arif)
Sastra Masa Pra Islam & Modern
Sastra Masa Pra Islam & Modern
Sastra Masa Pra Islam & Modern