Oleh : Ahmaf Fuadi Akbar
KH Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur, meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia dalam hal harmonisasi agama dan kebangsaan. Sosoknya yang unik sebagai seorang ulama sekaligus negarawan telah memberikan teladan bagaimana agama dan nasionalisme dapat berjalan beriringan dengan harmonis.
Pluralisme sebagai Jalan Hidup
Gus Dur tidak sekadar berbicara tentang toleransi, tetapi mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, beliau justru dikenal dekat dengan tokoh-tokoh lintas agama. Persahabatannya dengan tokoh-tokoh Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu menunjukkan bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk menjalin hubungan yang erat.
Pribumisasi Islam
Salah satu pemikiran brilian Gus Dur adalah konsep “pribumisasi Islam”. Beliau memahami bahwa Islam dapat beradaptasi dengan budaya lokal tanpa kehilangan nilai-nilai fundamentalnya. Pendekatan ini membuat Islam di Indonesia memiliki karakteristik yang unik, dimana nilai-nilai keislaman dapat berdampingan dengan kearifan lokal. Hal ini menjadi contoh bagaimana agama dapat memperkaya, bukan menghapus, identitas budaya suatu bangsa.
Membela yang Tertindas
Gus Dur tidak pernah ragu untuk membela kelompok minoritas dan yang tertindas. Ketika menjabat sebagai Presiden RI, beliau mengakui hak-hak warga Tionghoa dengan mencabut larangan perayaan Imlek dan penggunaan aksara Mandarin. Beliau juga membela penganut Konghucu untuk mendapatkan pengakuan sebagai agama resmi di Indonesia. Keberaniannya membela minoritas membuktikan bahwa pemimpin sejati harus mampu melindungi seluruh warga negara tanpa memandang latar belakang agama dan etnis.
Nasionalisme yang Inklusif
Pemahaman Gus Dur tentang nasionalisme sangat mendalam dan inklusif. Baginya, mencintai bangsa tidak berarti harus memusuhi bangsa lain, dan menjadi religius tidak berarti harus menolak modernitas. Beliau mengajarkan bahwa kekuatan Indonesia justru terletak pada keberagamannya, bukan pada keseragaman. Prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” bukan sekadar slogan, tetapi nilai yang harus dihidupi dalam keseharian.
Humor sebagai Jembatan Perdamaian
Salah satu cara unik Gus Dur dalam menjembatani perbedaan adalah melalui humor. Di tengah situasi yang tegang, beliau sering menggunakan humor untuk mencairkan suasana dan membuka dialog. Kemampuannya untuk membuat orang tertawa sambil berpikir menunjukkan bahwa perdamaian dan harmoni bisa dicapai dengan cara-cara yang menyenangkan.
Warisan untuk Generasi Mendatang
Teladan Gus Dur dalam harmonisasi agama dan bangsa masih sangat relevan untuk Indonesia saat ini. Di tengah meningkatnya intoleransi dan ekstremisme, pemikiran dan praktik hidup Gus Dur bisa menjadi panduan. Beliau menunjukkan bahwa menjadi religius tidak berarti harus eksklusif, dan menjadi nasionalis tidak berarti harus anti-agama.
Keteladanan Gus Dur mengajarkan kita bahwa harmonisasi agama dan bangsa bukanlah sesuatu yang mustahil. Diperlukan keberanian untuk keluar dari zona nyaman, keterbukaan untuk menerima perbedaan, dan kebijaksanaan untuk melihat keindahan dalam keberagaman. Warisan pemikiran dan teladan hidupnya akan terus menjadi inspirasi bagi generasi mendatang dalam membangun Indonesia yang damai dan harmonis.