Sejarah panjang peradaban Islam mencatat bahwa masjid memiliki peran sentral, bukan hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat peradaban, pendidikan, dan sosial. Di zaman Dinasti Ayyubiyah, khususnya di bawah kepemimpinan Salahuddin al-Ayyubi, masjid menjadi pusat utama pendidikan dan kebangkitan intelektual. Salah satu contoh masjid yang menonjol dalam peran ini adalah Masjid Al-Azhar, yang menjadi simbol keilmuan sekaligus peradaban Islam.
Masjid di Masa Salahuddin al-Ayyubi
Salahuddin al-Ayyubi, yang dikenal sebagai Nasiru Sunnah (Penolong Sunnah), tidak hanya dikenal karena keberhasilannya memimpin Perang Salib, tetapi juga atas upayanya menghidupkan semangat Islam melalui pendidikan dan dakwah. Di bawah pemerintahannya, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai universitas terbuka di mana setiap orang dapat menimba ilmu. Salah satu pencapaian penting dalam masa ini adalah pengembangan Masjid Al-Azhar di Mesir.
Masjid Al-Azhar, yang awalnya didirikan oleh Dinasti Fatimiyah, direvitalisasi oleh Salahuddin al-Ayyubi sebagai pusat penyebaran Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Ia menghadirkan ulama-ulama terkemuka, membangun perpustakaan besar, dan membuka kesempatan belajar bagi siapa saja, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Masjid Sebagai Pusat Ilmu
Di masa itu, masjid adalah tempat para ulama menyampaikan ilmu kepada para murid. Pengajaran tidak terbatas pada ilmu agama seperti tafsir, hadis, dan fikih, tetapi juga mencakup ilmu umum seperti kedokteran, astronomi, dan filsafat. Salahuddin memahami pentingnya ilmu untuk membangun peradaban. Oleh karena itu, ia mendukung penuh kegiatan pendidikan di masjid.
Selain itu, masjid juga menjadi tempat para fakir miskin memperoleh makan dan perlindungan. Salahuddin membangun sistem wakaf yang memungkinkan masjid menyediakan kebutuhan dasar bagi masyarakat kurang mampu. Dengan demikian, masjid tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga rumah bagi mereka yang membutuhkan.
Masjid di Masa Kini
Namun, ketika kita melihat masjid-masjid di era modern, terkadang kita menemukan bahwa fungsinya lebih terbatas. Ada sebagian orang yang datang ke masjid bukan untuk menimba ilmu, tetapi hanya untuk sekadar menumpang makan atau beristirahat. Meskipun hal ini tidak sepenuhnya salah, pemahaman tentang peran masjid sebagai pusat pendidikan perlu dihidupkan kembali.
Masjid-masjid di masa lalu adalah tempat di mana masyarakat belajar, berdiskusi, dan membangun visi keislaman yang kuat. Jika hari ini kita ingin mengembalikan kejayaan umat Islam, maka peran masjid sebagai pusat peradaban harus diperkuat kembali.
Belajar dari Sejarah Salahuddin
Sejarah Masjid Al-Azhar di bawah Dinasti Ayyubiyah mengajarkan kita pentingnya masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan dan pelayanan sosial. Salahuddin al-Ayyubi memahami bahwa membangun peradaban tidak cukup hanya dengan kekuatan militer, tetapi harus dibarengi dengan pendidikan yang berkualitas dan sistem sosial yang adil.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita menghidupkan kembali semangat masjid sebagai pusat pendidikan. Masjid bukan hanya tempat untuk ibadah formal atau pemberian makanan bagi yang membutuhkan, tetapi juga tempat untuk mengembangkan ilmu, mencetak generasi unggul, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Dengan demikian, masjid akan kembali menjadi simbol peradaban Islam yang penuh manfaat bagi seluruh umat.