Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 24 Okt 2024 08:20 WIB ·

Remaja, Radikalisme, dan Terorisme


 Remaja, Radikalisme, dan Terorisme Perbesar

Oleh: Abdul Warits

Radikalisme dan terorisme adalah dua ancaman utama bagi keamanan global yang telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu tren yang semakin mengkhawatirkan adalah meningkatnya keterlibatan remaja dalam gerakan radikal dan aksi terorisme.

Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, remaja menjadi sasaran empuk bagi kelompok-kelompok ekstremis yang menggunakan berbagai strategi untuk merekrut mereka. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting tentang mengapa remaja rentan terhadap radikalisasi, bagaimana proses ini terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah keterlibatan remaja dalam aktivitas ekstremis.

Remaja dan Kerentanan terhadap Radikalisme

Remaja berada pada tahap perkembangan yang rentan, di mana mereka mencari jati diri, makna hidup, dan rasa keterikatan sosial. Pada masa ini, mereka cenderung bereksperimen dengan berbagai ideologi, pandangan hidup, dan kelompok sosial. Beberapa remaja mungkin merasa teralienasi dari lingkungan sosial atau merasa tidak memiliki tempat di masyarakat. Ketidakpuasan ini bisa menjadi pintu masuk bagi pengaruh ideologi radikal.

Radikalisme adalah suatu bentuk ideologi atau keyakinan yang menginginkan perubahan drastis dalam struktur sosial atau politik, seringkali dengan cara-cara yang ekstrem. Kelompok-kelompok radikal, baik yang berbasis agama, politik, atau ideologi lainnya, sering menggunakan propaganda untuk menarik perhatian remaja. Propaganda ini memanfaatkan ketidakpuasan, kekecewaan, atau perasaan terpinggirkan yang dirasakan oleh sebagian remaja.

Selain itu, perkembangan teknologi dan media sosial telah memudahkan kelompok radikal untuk menjangkau remaja. Internet memberikan ruang bagi penyebaran ideologi radikal, di mana remaja dapat dengan mudah mengakses konten ekstremis, berinteraksi dengan anggota kelompok radikal, atau bahkan terlibat dalam diskusi yang mengarah pada radikalisasi.

Platform seperti YouTube, Instagram, dan Telegram sering digunakan oleh kelompok ekstremis untuk menyebarkan narasi yang memanipulasi emosi remaja dan menarik mereka masuk ke dalam lingkaran radikal.

Faktor-Faktor Pendorong Radikalisasi Remaja

Ada beberapa faktor yang membuat remaja lebih rentan terhadap radikalisasi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap kerentanan remaja terhadap radikalisme dan terorisme adalah:

1. Pencarian Identitas

Masa remaja adalah periode pencarian jati diri. Beberapa remaja mungkin mencari identitas yang kuat dan merasa bahwa ideologi radikal memberikan rasa tujuan dan makna yang mereka cari.

2. Perasaan Teralienasi

Remaja yang merasa tidak diterima oleh masyarakat atau merasa tidak cocok dengan nilai-nilai sosial yang berlaku mungkin mencari komunitas yang dapat memberi mereka rasa keterikatan. Kelompok-kelompok radikal sering kali memanfaatkan perasaan ini dengan menawarkan rasa persaudaraan dan solidaritas yang semu.

3. Keadilan Sosial dan Ketidakadilan

Remaja cenderung idealis dan sangat peka terhadap ketidakadilan sosial. Kelompok radikal seringkali mengeksploitasi perasaan ketidakadilan ini, baik yang bersifat lokal maupun global, untuk membenarkan kekerasan dan tindakan ekstrem sebagai sarana perubahan.

4. Tekanan Sosial dan Pengaruh Teman Sebaya

Remaja sangat dipengaruhi oleh teman-teman sebaya mereka. Jika seorang remaja terlibat dengan kelompok yang telah diradikalisasi, ada kemungkinan besar mereka juga akan terpengaruh oleh pandangan ekstremis tersebut.

5. Trauma dan Ketidakstabilan Emosional

Beberapa remaja yang mengalami trauma, seperti kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan, atau konflik sosial, lebih rentan terhadap radikalisasi karena mereka mencari cara untuk memproses rasa sakit dan kemarahan yang mereka rasakan.

Terorisme dan Remaja

Terorisme adalah aksi kekerasan yang dilakukan untuk tujuan politik atau ideologis. Dalam konteks remaja, keterlibatan mereka dalam aksi terorisme seringkali dimulai dengan proses radikalisasi yang lambat dan bertahap. Remaja yang telah diradikalisasi dapat terlibat dalam berbagai tingkat aksi terorisme, mulai dari penyebaran propaganda, pengumpulan dana, hingga menjadi pelaku aksi kekerasan, termasuk aksi bom bunuh diri.

Kelompok teroris seperti ISIS, Al-Qaeda, dan Boko Haram telah secara aktif merekrut remaja untuk bergabung dengan barisan mereka. Mereka menggunakan berbagai taktik, mulai dari janji kehidupan yang lebih baik, rasa persaudaraan, hingga janji kekuasaan dan kemuliaan, untuk menarik remaja ke dalam jaringan mereka. Remaja yang direkrut seringkali dimanipulasi untuk melakukan aksi kekerasan atau bahkan digunakan sebagai tameng hidup dalam konflik.

Upaya Penanggulangan Radikalisasi pada Remaja

Upaya untuk mencegah radikalisasi remaja memerlukan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat luas. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah radikalisasi di kalangan remaja meliputi:

1. Pendidikan yang Inklusif

Pendidikan yang mengajarkan toleransi, pemahaman antarbudaya, dan nilai-nilai kebangsaan adalah kunci dalam melawan radikalisasi. Kurikulum sekolah harus mencakup pendidikan tentang bahaya radikalisme dan terorisme, serta pentingnya dialog dan resolusi konflik yang damai.

2. Penguatan Keluarga

Keluarga memainkan peran penting dalam mencegah radikalisasi. Orang tua harus peka terhadap tanda-tanda awal radikalisasi pada anak-anak mereka, seperti perubahan perilaku atau pandangan yang ekstrem. Dialog terbuka di dalam keluarga dapat membantu remaja merasa didengar dan dipahami, sehingga mereka tidak mencari dukungan dari kelompok radikal.

3. Pengawasan dan Regulasi Media Sosial

Pemerintah dan penyedia platform media sosial perlu bekerja sama untuk memonitor dan menghapus konten yang mempromosikan kekerasan dan radikalisme. Selain itu, literasi digital harus diajarkan kepada remaja untuk membantu mereka mengidentifikasi propaganda ekstremis dan menghindari terjebak dalam jaringan radikal.

4. Program Deradikalisasi

Program-program deradikalisasi yang ditujukan khusus untuk remaja dapat membantu mereka kembali ke jalan yang benar. Pendekatan ini harus mencakup dukungan psikologis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi ke dalam masyarakat.

Radikalisme dan terorisme di kalangan remaja adalah fenomena yang kompleks dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Masa remaja adalah masa pencarian identitas dan pengaruh luar, termasuk ideologi radikal, bisa sangat memengaruhi mereka.

Upaya pencegahan radikalisasi di kalangan remaja harus difokuskan pada pendidikan, pemberdayaan keluarga, serta pengawasan dan regulasi media sosial. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif, kita dapat melindungi generasi muda dari pengaruh destruktif radikalisme dan terorisme, serta menciptakan masyarakat yang lebih aman dan damai.

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Politik Damai: Jalan Menuju Kehidupan yang Harmonis

21 November 2024 - 08:56 WIB

Politik dan Kemanusiaan dalam Pilkada Serentak

19 November 2024 - 11:09 WIB

Membangun Kehidupan Berbangsa Melalui Toleransi dan Keadilan

30 Oktober 2024 - 06:13 WIB

Radikalisme dan Upaya Pembentukan Desa Siaga sebagai Benteng Keamanan Nasional

30 Oktober 2024 - 05:55 WIB

Menilik Sejarah Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

26 Oktober 2024 - 05:18 WIB

Radikalisme dan Tantangan yang Dihadapi Negara

26 Oktober 2024 - 05:06 WIB

Trending di Kontra Narasi