Oleh : Ahmad Fuadi Akbar
Periode 1945-1965 merupakan masa yang krusial dalam sejarah Indonesia. Dimulai dengan proklamasi kemerdekaan, periode ini ditandai oleh berbagai gejolak politik, sosial, dan keamanan yang mewarnai upaya bangsa Indonesia dalam membangun negara yang baru merdeka. Dalam konteks ini, berbagai bentuk aksi kekerasan politik, termasuk yang dapat dikategorikan sebagai terorisme, muncul sebagai bagian dari dinamika kompleks pada masa tersebut.
Definisi dan Konteks
Penting untuk dicatat bahwa definisi “terorisme” pada masa itu belum sekomprehensif definisi yang kita kenal saat ini. Namun, kita dapat mengidentifikasi aksi-aksi yang memenuhi karakteristik terorisme modern, yaitu penggunaan kekerasan terhadap warga sipil untuk mencapai tujuan politik atau ideologis.
Menurut Solahudin, seorang peneliti terorisme, “Pada masa awal kemerdekaan, istilah ‘terorisme’ belum lazim digunakan. Namun, berbagai aksi kekerasan politik yang terjadi memiliki karakteristik serupa dengan apa yang kita pahami sebagai terorisme hari ini” (Solahudin, 2013: 35).
Fase-fase Terorisme 1945-1965
- Periode Revolusi Fisik (1945-1949)
Selama periode ini, aksi-aksi kekerasan sebagian besar terkait dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Meskipun sebagian besar merupakan konflik bersenjata konvensional, terdapat juga aksi-aksi yang dapat dikategorikan sebagai teror terhadap warga sipil.
Ricklefs (2008: 264) mencatat, “Selama periode revolusi, garis antara pejuang kemerdekaan dan kelompok kriminal seringkali kabur. Beberapa kelompok menggunakan taktik teror terhadap penduduk yang dianggap kolaborator dengan Belanda.”
- Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) (1949-1962)
Pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo merupakan salah satu contoh paling signifikan dari aksi terorisme pada masa ini. Kelompok ini menggunakan taktik gerilya dan teror untuk memperjuangkan negara Islam di Indonesia.
Van Dijk (1981: 102) menjelaskan, “DI/TII menggunakan kombinasi antara perang gerilya dan aksi teror, termasuk pembakaran desa dan penculikan, untuk memaksakan ideologi mereka dan melemahkan otoritas pemerintah pusat.”
- Konflik Regional dan Separatisme
Berbagai konflik regional, seperti pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi (1958-1961), juga melibatkan aksi-aksi yang dapat dikategorikan sebagai terorisme.
Feith (1962: 579) mengamati, “Pemberontakan regional seringkali melibatkan aksi sabotase dan teror terhadap infrastruktur dan penduduk sipil yang loyal kepada pemerintah pusat.”
- Konfrontasi dengan Malaysia (1963-1966)
Meskipun sebagian besar merupakan konflik internasional, kampanye Konfrontasi juga melibatkan aksi-aksi teror lintas batas.
Mackie (1974: 203) mencatat, “Selama Konfrontasi, kelompok-kelompok yang didukung Indonesia melakukan serangan dan sabotase di wilayah Malaysia, termasuk aksi yang menargetkan warga sipil.”
- Ketegangan Menjelang G30S (1965)
Menjelang peristiwa G30S 1965, ketegangan politik meningkat tajam, yang juga diwarnai oleh berbagai aksi kekerasan dan intimidasi.
Crouch (1978: 97) menggambarkan, “Bulan-bulan menjelang G30S ditandai oleh meningkatnya aksi kekerasan dan intimidasi politik, termasuk serangan terhadap markas-markas partai dan penculikan aktivis.”
Karakteristik Terorisme Era 1945-1965
- Motivasi Ideologis: Sebagian besar aksi teror dimotivasi oleh ideologi politik atau agama.
- Taktik Gerilya: Banyak kelompok mengadopsi taktik gerilya yang dikombinasikan dengan aksi teror.
- Target Ganda: Aksi teror menargetkan baik aparat pemerintah maupun warga sipil.
- Konteks Revolusioner: Aksi teror sering terjadi dalam konteks perjuangan revolusioner atau separatis.
- Dukungan Internasional: Beberapa kelompok mendapat dukungan dari pihak asing, terutama dalam konteks Perang Dingin.
Kesimpulan
Periode 1945-1965 di Indonesia ditandai oleh berbagai bentuk aksi kekerasan politik yang memiliki karakteristik serupa dengan terorisme modern. Meskipun istilah “terorisme” belum umum digunakan, aksi-aksi ini memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas politik dan keamanan nasional. Pemahaman terhadap dinamika terorisme pada periode ini penting untuk menganalisis perkembangan terorisme di Indonesia pada periode-periode selanjutnya.
Referensi:
- Crouch, H. (1978). The Army and Politics in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.
- Feith, H. (1962). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.
- Mackie, J.A.C. (1974). Konfrontasi: The Indonesia-Malaysia Dispute 1963-1966. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
- Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia since c.1200. Stanford: Stanford University Press.
- Solahudin. (2013). The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jem’ah Islamiyah. Ithaca: Cornell University Press.
- Van Dijk, C. (1981). Rebellion under the Banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia. The Hague: Martinus Nijhoff.