Dari pembahasan politik ala santri di laman-laman sebelumnya, semoga dapat menyadarkan bahwa memang harus ada perwakilan dari kaum pesantren yang masuk ke dalam politik. Memandang bahwa peranan pesantren yang dari dahulu selalu memiliki loyalitas penuh dalam membangun dan memakmurkan bangsa.
Masuknya kaum pesantren dalam ranah ini dimaksudkan juga agar perjuangan umat Muslim dapat direalisasikan dengan baik.
Dengan berpolitik, dapat bermakna telah melakukan salah satu bagian dari syari’at (جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ الشَّرِيْعَةِ)—berhubung hal ini merupakan bentuk talazum akan relasi politik dan agama itu sendiri. Membenahi kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan ubudiyah maupun amaliyah, tidak pernah terlepas dari keikutsertaan kepada politik.
Sebagai pemegang estafet keilmuan dan dakwah, santri tentu mempunyai tanggung jawab besar atas segala bidang dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu, keikutsertaan santri untuk memperluas cangkupan medan dakwah dan mengamalkan ilmu yang telah didapatnya, sangat diharapkan agar dapat disebarluaskan. Tak ketinggalan juga dalam hal politik.
Jika dari kalangan pesantren tidak bisa mendapatkan semua kursi yang ada dalam pemerintahan, selayaknya untuk tidak mengosongkannya. Hal ini demi tegaknya kemuliaan umat Islam, menuju Indonesia menjadi negara yang beradab, dan memiliki peradaban yang baik yang diharapkan oleh semua kalangan masyarakat.
Para ulama mengatakan sebuah kaidah:
مَا لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاَ يُتْرَكُ جُلُّهُ
“Apa-apa yang tidak bisa dilakukan semuanya, jangan ditinggalkan semuanya.”
Baca juga: Politik Berbasis Makarimul Akhlak
Tonton juga: HUBUNGAN SANTRI DENGAN SUMPAH PEMUDA | Duta damai santi jawa timur
Santri Tidak Boleh Mengosongkan Kursi dalam Pemerintahan
Santri Tidak Boleh Mengosongkan Kursi dalam Pemerintahan