Santrikeren.id-Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep menggelar Peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriyah. Kegiatan tersebut dikemas dengan Khatmil Quran bersama lembaga dan badan otonom, Senin, 8 Juli 2024.
Di kesempatan itu, Pengurus Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) PCNU Sumenep berkesempatan memberikan penjelasan kepada lembaga dan badan otonom perihal alasan LF PBNU menetapkan 1 Muharram 1446 Hijriyah pada Senin 8 Juli 2024. Berbeda dengan yang tercantum dalam kalender.
Sekretaris LFNU PCNU Sumenep, Suwaifi menjelaskan bahwa perbedaan penentuan awal bulan Muharram atau tahun baru Islam bukan baru kali pertama terjadi. Sebab dalam kalender ada yang sifatnya pasti dan ada pula yang tidak pasti, yakni prediktif.
“Nah penentuan 1 Muharram ini termasuk yang sifatnya prediktif. Lantas mengapa NU yang menganut Rukyatul Hilal terjadi perbedaan dalam penentuan 1 Muharam 1446 Hijriyah dengan yang tercantum di kalender? Apakah salah? Tentu saja tidak. Tetap benar menurut hisab,” ungkapnya.
Nahdlatul Ulama yang sedari awal istiqamah menganut madzhab Rukyatul Hilal, menurut Suwaifi, meski ketinggian hilal versi hisab sudah mencapai 4 derajat dengan elongasi 7 derajat, namun ketika diamati tidak berhasil melihat hilal dan sudah lewat dari kriteria imkannurrukyat, maka LF PBNU mengistikmalkan menjadi 30 hari.
“Posisi hilal 4 derajat dengan elongasi 7 derajat ini sudah lewat dari kriteria imkanurrukyat. Dan beberapa titik yang melakukan pengamatan tidak berhasil melihat hilal karena faktor cuaca, maka LF PBNU mengistikmalkan bulan Dzulhijjah menjadi 30 hari. Sehingga 1 Muharram 1446 Hijriyah jatuh pada Senin, 8 Juli 2024,” tambahnya.
Ia menambahkan, perbedaan penentuan awal Bulan Muharram ini juga pernah terjadi sebelumnya. Sehingga tidak perlu dipertentangkan dan saling menghormati perbedaan. Sebagai warga NU, iapun mengajak untuk mengikuti keputusan PBNU yang menetapkan 1 Muharram 1446 Hijriyah pada Senin, 8 Juli 2024.
“Sebab dalil NU itu, Laisal hisabu ka rukyatil hilali, liannar rukyah aqwa minal hisab, faidza ta’aradlaa qudimat ar rukyah ala kulli qoulin, fatawa al Kurdi. Artinya Hisab tidaklah sebanding dengan Rukyat. Hisab bisa sebanding denga Rukyat apabila sama. Namun bilamana tidak sama, maka yang dikedepankan adalah Rukyat,” tegasnya.
Keputusan untuk mengistikmalkan Bulan Dzulhijjah ini juga didasarkan kepada Sabda Rasulullah SAW: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal (bulan) dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) 30 hari.”
Hal senada juga disamoaikan Pengurus LFNU PCNU Sumenep Fathur Rosi, dalam penentuan awal Tahun Baru Islam 1446 Hijriyah ini ada sekitar 19 atau 20 titik yang melakukan pengamatan atau Rukyatul Hilal. Namun karena kesemuanya tidak berhasil melihat hilal, maka LF PBNU mengistikmalkan menjadi 30 hari.
Sekretaris LFNU Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur ini juga menjelaskan bahwa ketinggian hilal telah mencapai batas minimun imkanurrukyat. Sekitar 3 sampai 5 derajat dengan elongasi 7 derajat serta jarak matahari ke bumi juga 7 derajat.
“Sedangkan batas minimum imkanurrukyat adalah 3 derajat ketinggian bulannya, dan 6,4 derajat untuk jarak bulan ke matahari. Namun karena tak melihat hilal, LF PBNU kemudian mengistikmalkan Bulan Dzulhijjah menjadi 30 hari,” tandasnya.
Sebagai informasi, dalam mekanisme penentuan awal bulan di internal Nahdlatul Ulama, menurut Rosi, ada ikhbar dan pengumuman. PBNU berwenang untuk mengikhbarkan awal bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah. Sedangkan LF PBNU berwenang untuk mengumumkan awal bulan selain Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah.