Oleh: Amira Zakia
Dekadensi moral santri yakni suatu konsep yang menunjukkan perputaran perubahan yang sedang melemah atau menurun. Dekadensi moral dapat diartikan sebagai pengikisan jati diri terkait dengan merosotnya nilai-nilai keagamaan, nasionalisme, nilai sosial budaya bangsa, dan perkembangan moralitas individu. Dekadensi moral sendiri biasanya dimulai dari hal kecil, misalnya mengikuti gaya berpakaian, cara berbicara, atau tradisi yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Penyebab terjadinya dekadensi moral pun terdiri dari beberapa faktor, antara lain: Lingkungan, baik sekolah maupun tempat anak-anak bermain, kemajuan teknologi, seperti internet, yang membuat anak-anak dan remaja dengan mudah mengakses pornografi, sifat keingintahuan remaja, hubungan antara anak dan orang tua, kebutuhan hidup yang semakin meningkat, rasa individualistis dan egois yang tinggi, persaingan dalam hidup, keadaan emosional yang tidak stabil, dan terlepasnya pengetahuan dari nilai-nilai agama.
Dalam tulisan di atas dapat kita lihat, alangkah banyaknya penyebab dekadensi moral. Lalu apa relevansi antara dekadensi moral dan santri?
Santri seperti yang kita sudah ketahui identik dengan karakter kearifan, seperti: Sabar, rendah hati, patuh pada hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, menghormati perbedaan dan keberagaman.
Datangnya era 5.0 yakni era 5.0 bukan lagi tahun 90-an yang masih terbilang tradisional. Mulai dikembangkan oleh Jepang sejak tanggal 21 Januari 2019, industri 5.0 sampai sekarang terus melaju cepat seiring dengan perkembangan teknologi di sekitar kita. Dengan ramainya arus informasi itulah, kini banyak generasi muda yang terbuai dengan kecanggihan teknologi hingga tanpa disadari. Begitu pula dengan santri, santri seyogianya merupakan generasi muda yang menetap di pondok pesantren untuk menuntut ilmu spriritual lebih dalam.
Namun, meski begitu santri tak pula bisa lepas dari genggaman erat kecanggihan teknologi saat tengah liburan pesantren. Maka, hal yang terjadi selanjtnya adalah banyak generasi muda santri telah menjadi budak yang terpenjara dari rasa ketagihan untuk terus mengintip kemajuan melalui teknologi mulai dari berbusana kekinian, gaya bicara yang lebih gaul, dan lain-lain yang merusak budaya santri yang identik dengan karakter kearifan.
Meski begitu, bukan juga berarti seorang santri dilarang mengikuti era yang semakin canggih karena bagaimanapun, banyak hal positif yang diperoleh jika benar-benar bisa memilah apa yang seharusnya ditilik untuk kemudian dijadikan pembelajaran. Santri harus benar-benar memiliki benteng diri yang kuat guna menjaga citra pesantren (secara kelembagaan) dan menjaga diri santri (secara pribadi) itu sendiri. Maka, untuk menghindari dekadensi moral, santri dapat mulai membangun komitmen dan konsistensi, serta dengan melakukan hal-hal sederhana yang selalu mengingatkan jati diri sebagai santri maupun alumni pesantren.