Santrikeren.id– Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) menggelar program Sekolah Damai di Banyuwangi, Jawa Timur. Tujuan program itu adalah memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam pencegahan paham radikal terorisme.
Program Sekolah Damai menjadi salah satu program prioritas yang digagas Kepala BNPT RI Komjen Mohammed Rycko Amelza Dahniel pada 2024. Sebelumnya, program Sekolah Damai digelar di Palu, Sulawesi Tengah dan Serang, Banten.
Program Sekolah Damai di Banyuwangi digelar di Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Banyuwangi, pada 15-16 Mei 2024. Pada hari pertama Sekolah Damai di Blokagung, digelar Pelatihan Guru Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan Dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying, Rabu (15/5/2024). Kegiatan tersebut diikuti 100 guru dari madrasah aliyah (MA) dan sekolah menengah atas (SMA) di Banyuwangi Selatan.
Direktur Pencegahan BNPT Irfan Idris mengatakan, para peserta Sekolah Damai ini, baik guru maupun siswa, akan menjadi peace ambassador untuk menyebarkan paham-paham perdamaian di sekolah masing-masing, sekolah-sekolah lain di sekitarnya, dan masyarakat serta lingkungan wilayah Banyuwangi dan Jawa Timur.
“Tujuan kami di sini adalah agar bapak ibu menjadi peace ambassador untuk menyebarkan perdamaian di sekolah-sekolah bapak dan ibu. Pasalnya, terorisme tidak ada sangkut pautnya dengan agama, karena di negara mana pun ada terorisme yang mengatasnamakan agama,” kata Irfan.
Guru besar UIN Alauddin Makassar ini melanjutkan, saat ini mengungkapkan terjadi pergeseran. Pada masa lalu, laki-laki adalah aktor utama terorisme, tetapi kini kaum perempuan dan anak-anak justru yang dimanfaatkan. Contohnya kasus bom keluarga di Surabaya, kemudian di gereja di Makassar, dan di Sibolga. Juga Zakiah Aini yang menyerang Mabes Polri, serta kasus Dita yang mau membom Istana Negara.
Menurut Irfan Idris, anak-anak yang terpapar tidak bisa disalahkan 650 karena mereka berada di dunia baru yang luas dan bebas secara informasi. Oleh karena itu, guru harus mampu mendukung dan mengawasi para siswa untuk memfilter informasi yang masuk ke dalam pengetahuan anak.
“Teroris ada karena adanya radikalisme, maka itu pendidikan kita utamakan karena hanya pendidikan dan agama yang mampu mencegah seseorang untuk memiliki paham radikal, namun demikian ada juga faktor kekecewaan lalu ekonomi dan lain sebagainya,” ujar Irfan Idris.
Terkait pelaksanaan kegiatan di Ponpes Darussalam, Irfan Idris mengungkapkan, pihaknya bukan curiga, tetapi justru yakin peserta dari sekolah-sekolah di sekitar Ponpes Darussalam sudah bersih dari intoleransi serta radikal terorisme. “Justru kami ingin memperkuat mereka dengan informasi terbaru terkait pola pergerakan radikal terorisme global dan di Indonesia yang berubah menjadi lebih soft melalui media sosial,” ungkapnya.
Ke depan, lanjut Irfan, BNPT akan menyiapkan indikator sekolah damai, misalnya tidak ada bullying, aksi kekerasan, intoleransi di sekolah tersebut.