Oleh: Erik Setiawan
Fenomena kehilangan rasa malu dalam kehidupan sehari-hari semakin merajalela, menciptakan dampak yang serius pada nilai-nilai moral dan stabilitas sosial. Salah satu contoh yang nyata adalah perilaku kurang ajar dalam dunia digital, di mana orang-orang sering kali mengabaikan etika dalam berkomunikasi, menyebarkan informasi palsu, dan terlibat dalam tindakan cyberbullying.
Hal ini mencerminkan ketidaksadaran akan pentingnya etika dalam hubungan sosial, di mana kepentingan pribadi sering kali diutamakan tanpa mempertimbangkan dampaknya pada orang lain.
Tidak memiliki rasa malu juga tercermin dalam perilaku yang merugikan lingkungan, penyalahgunaan kekuasaan, dan kurangnya tanggung jawab sosial. Masyarakat yang kehilangan rasa malu cenderung terjerumus dalam egoisme dan materialisme, tanpa memedulikan nilai-nilai moral yang mendasari interaksi antar individu.
Dalam Islam, rasa malu dianggap sebagai ciri khas etika yang penting.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ (رواه ابن ماجه)
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap agama memiliki etika, sedangkan akhlak (etika) Islam adalah rasa malu” (HR. Ibnu Majah).
Hadis ini menekankan pentingnya rasa malu dalam menjalankan ajaran agama. Al-Baqi mengatakan dalam kitabnya, “Al-Muntaqa Syarah Muwattha” :
قوله صلى الله عليه وسلم لكل دين خلق يريد سجية شرعت فيه ، وخص أهل ذلك الدين بها وكانت من جملة أعمالهم التي يثابون عليها
bahwa rasa malu yang dimaksud dalam agama Islam adalah rasa malu pada hal yang diharuskan terdapat rasa malu di dalamnya atau pada hal yang disyariatkan.
Namun, penting untuk dipahami bahwa rasa malu dalam Islam tidak boleh menghalangi seseorang untuk memperoleh ilmu agama.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh ibunda Sayyidah Aisyah,
فَقَالَتْ عَائِشَة رضي الله عنها: نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ.
“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar yang rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mempelajari masalah agamanya” (HR. Muslim). Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, rasa malu tidak boleh menghambat seseorang dalam mencari ilmu dan memahami ajaran agama dengan baik.
Penting bagi umat Islam untuk merefleksikan kembali nilai-nilai rasa malu dalam kehidupan sehari-hari. Memperbaiki etika moral dan menjunjung tinggi nilai rasa malu adalah kunci untuk memperbaiki dinamika sosial yang terkikis. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang mulia, kita dapat membentuk masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan penuh kasih.