Oleh: Erik Setiawan
Kisah hidup Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushai bin Kilab merupakan salah satu cerita inspiratif dalam sejarah Islam. Beliau lahir pada tahun 68 sebelum Hijrah dan dikenal dengan gelar “Ath-Thahirah,” yang berarti wanita yang suci dan terhormat. Pribadinya yang mulia, akhlak terpuji, dan keberanian dalam menghadapi kehidupan membuatnya menjadi figur yang luar biasa.
Khadijah bukan hanya wanita keturunan Quraisy dari keluarga bani Asad, tetapi juga seorang pengusaha kaya yang hidup dari usaha perniagaan. Sebelum menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khadijah menjalankan perniagaannya dengan beberapa tenaga laki-laki, termasuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum beliau menjadi suaminya.
Pada awalnya, Khadijah telah menjalani dua pernikahan sebelum menikah dengan Rasulullah. Pernikahan pertamanya dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi membawanya memiliki seorang putra bernama Hindun. Namun, pernikahan ini terhenti ketika Abu Halah meninggal dunia. Beberapa waktu kemudian, Khadijah menikah dengan ‘Atiq bin Abdullah Al-Makhzumi, seorang pembesar Quraisy. Namun, pernikahan ini juga tidak berlangsung lama.
Dibalik pernikahan yang tidak berjalan lancar, Allah SWT telah menyiapkan Khadijah untuk peran besar sebagai pendamping Rasul-Nya. Meskipun memiliki perbedaan usia yang signifikan, Khadijah menikah dengan Rasulullah ketika beliau berusia empat puluh tahun, sementara Rasulullah berusia 25 tahun. Perbedaan usia ini tidak menjadi masalah, dan Khadijah adalah satu-satunya istri Rasulullah pada awal pembentukan rumah tangganya.
Pernikahan Khadijah dengan Rasulullah diberkahi oleh Allah SWT dengan kelahiran beberapa putra dan putri, yaitu Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum, dan Fathimah. Meskipun putera laki-laki mereka meninggal dunia sebelum dewasa, Khadijah tetap menjadi pendukung utama Rasulullah dalam menyampaikan risalah Islam.
Di awal perjalanan dakwah Islam, peran Khadijah sangat signifikan. Ia adalah wanita pertama yang beriman kepada Allah ketika Rasulullah mengajaknya menuju jalan Allah. Sebagai seorang istri, Khadijah memberikan dukungan penuh kepada suaminya dalam menghadapi penolakan dan tantangan. Ia bahkan turut berpartisipasi dalam jihad dan perjuangan, mengorbankan harta dan jiwa, serta menentang kejahilan kaumnya.
Khadijah bukan hanya pendukung Rasulullah di masa sulit, tetapi juga pendorong utama bagi beliau untuk terus berda’wah dan berjuang. Ia memberikan ketenangan dan kenyamanan kepada Rasulullah, serta berusaha meringankan beban berat yang beliau pikul. Keberhasilan awal dakwah Islam tidak lepas dari peran besar Khadijah dalam membantu menyebarkan risalah Allah.
Kesetiaan dan kebaikan Khadijah terus dikenang oleh Rasulullah bahkan setelah kepergiannya. Rasulullah selalu menyebut namanya dengan penuh kasih sayang, bahkan membagikan hadiah kepada teman-teman Khadijah sebagai tanda penghargaan. Ucapan Aisyah mencerminkan betapa besar rasa cinta dan penghargaan Rasulullah kepada Khadijah, meskipun beliau sudah memiliki beberapa istri setelahnya.
Khadijah wafat tiga tahun sebelum Hijrah, meninggalkan kesedihan mendalam bagi Rasulullah dan umat Islam. Meskipun telah tiada, warisan Khadijah terus hidup sebagai teladan kehidupan, kasih, dan kesetiaan. Kisahnya menjadi inspirasi bagi setiap muslim untuk meneladani nilai-nilai kebaikan, keberanian, dan ketabahan, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Khadijah binti Khuwailid adalah wanita mulia yang membuktikan bahwa kebaikan dan kesetiaan akan meninggalkan jejak abadi di dalam hati orang yang mencintainya.