Oleh: Ahmad Mutawakkil
Resolusi Jihad, sebuah tindakan yang diambil oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asya’ri dan para ulama Nahdlatul Ulama, menyiratkan respons terhadap situasi kritis yang dihadapi oleh Indonesia pada masa itu.
Sejarah mencatat Resolusi Jihad sebagai satu-satunya perang jihad dalam perjalanan sejarah Indonesia, yang pada saat itu baru saja merdeka selama dua bulan. Jiwa kebangsaan Indonesia mengalir dalam diri setiap rakyat, membangkitkan semangat syahid sebagai daya tarik utama bagi umat Islam untuk bersedia berkorban hingga gugur di medan perang.
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, para pemimpin Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dan segera setelah itu, negara Republik Indonesia didirikan. Namun, Sekutu masih menganggap Indonesia di bawah kendalinya, dan tentara sekutu menduduki wilayah tersebut kembali.
Para ulama merespons kondisi kritis ini dengan mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad, mendorong umat Islam di sekitar Surabaya untuk bersatu dan membantu militer melawan serangan sekutu. Ribuan umat Islam gugur sebagai syuhada’ dalam perang ini, tetapi Resolusi Jihad berhasil mengumpulkan kekuatan untuk mempertahankan eksistensi negara Indonesia.
Semangat Resolusi Jihad perlu diaktualisasikan dalam konteks zaman sekarang. Menghadapi masalah-masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, seperti korupsi, penegakan hukum yang belum maksimal, dan kemiskinan, kita diingatkan untuk menjalani jihad yang berbeda. Korupsi, sebagai masalah terbesar, merusak pendapatan negara, mendistorsi kebijakan publik, dan merugikan distribusi pendapatan.
Penegakan hukum dan keadilan masih menjadi tantangan, dengan tindakan suap yang masih marak di kalangan aparat penegak hukum. Masalah kemiskinan juga masih berkecamuk, terutama jika kita memakai standar Bank Dunia. Sementara itu, masalah sara dan ketidakadilan sosial terus menjadi fokus utama.
Namun, dalam survei masalah-masalah ini, satu aspek penting tampaknya terlupakan, yaitu pendidikan. Mutu guru yang kurang baik menempatkan tingkat pendidikan Indonesia di peringkat bawah, bahkan di Asia Tenggara. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan tertua, perlu meningkatkan perannya dalam membentuk akhlak santri untuk menciptakan pemimpin yang amanah.
Semoga semangat Resolusi Jihad, penuh dengan pengabdian, terus menyala dalam diri santri, ulama, pemimpin bangsa, dan seluruh masyarakat. Dengan semangat ini, kita akan mampu mempertahankan bangsa dan negara menghadapi berbagai tantangan yang kompleks di zaman ini.