Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 30 Nov 2023 07:19 WIB ·

Benarkah Rasulullah SAW Pedofilia? Menjawab Tudingan dengan Fakta dan Konteks Sejarah


 Benarkah Rasulullah SAW Pedofilia? Menjawab Tudingan dengan Fakta dan Konteks Sejarah Perbesar

Oleh : Mutawakil

Saudara-saudara yang dihormati di sisi Allah,

Marilah kita saling memahami bahwa pernikahan Rasulullah SAW dengan Dewi Aisyah memerlukan pemahaman kontekstual dan penuh kearifan. Saat melakukan akad nikah, Rasulullah SAW tidak langsung menjalani kehidupan serumah dengan Dewi Aisyah. Waktu itu, Dewi Aisyah masih tinggal bersama kedua orang tuanya, Abu Bakar dan Ummu Rumman. Barulah setelah 3-4 tahun pasca akad nikah, Rasulullah SAW dan Dewi Aisyah hidup bersama, ketika Dewi Aisyah mencapai usia 9-10 tahun Hijriyah (HR. al-Bukhari: 284 dan Muslim: 244).

Tentang usia yang masih belia, sejumlah ulama memandang pernikahan ini sebagai situasi khusus (khusushiyah), yang berlaku secara unik bagi Rasulullah SAW dan tidak berlaku sebagai norma bagi umatnya. Mereka menegaskan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah mendorong umatnya untuk menikah di usia belia (Zaadul Ma’ad, juz I hal 105 – 106). Walaupun pandangan ini dianggap lemah oleh sebagian, pernikahan ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan penting.

Pertama, keputusan untuk menikah kembali sebenarnya tidak menjadi keinginan Rasulullah SAW, melainkan karena dorongan keras dari para sahabat, yang diwakili oleh Khawlah binti Hakim. Lima tahun setelah wafatnya Sayidah Khadijah, para sahabat melihat perlunya seorang pendamping hidup bagi Rasulullah SAW dalam menyebarkan dakwah Islam. Khawlah binti Hakim diutus untuk membujuk Nabi SAW agar menikah lagi, namun beliau tidak serta merta menerima usulan tersebut. Sebelumnya, Rasulullah SAW memohon petunjuk dari Allah Swt melalui istikharah.

Kedua, pernikahan Rasulullah SAW dengan Dewi Aisyah memiliki implikasi signifikan dalam konteks dakwah Islam, terutama terkait dengan kaum wanita. Setelah pernikahan tersebut, Dewi Aisyah menjadi “penyambung lidah” bagi kaum wanita, memfasilitasi mereka untuk bertanya tentang berbagai hal kepada Nabi SAW, termasuk persoalan rumah tangga dan hukum perempuan. Kecerdasannya menjadikan Dewi Aisyah sebagai salah satu perawi hadis terbanyak dan sumber ilmu pengetahuan terkemuka dalam sejarah Islam.

Ketiga, pernikahan ini tidak dipandu oleh nafsu, melainkan oleh perintah Allah Swt. Sebagaimana tercatat dalam hadis riwayat al-Bukhari, Rasulullah SAW menerima wahyu dalam mimpi, di mana malaikat membawakan wajah Aisyah dan menyatakan bahwa dia adalah istri yang telah ditentukan untuk beliau. Fakta lainnya adalah Dewi Aisyah satu-satunya istri Nabi yang dinikahi dalam keadaan perawan, sedangkan istri-istri lainnya adalah janda-janda yang telah memiliki anak.

Keempat, Dewi Aisyah sendiri sudah siap secara fisik dan mental untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Ibu Dewi Aisyah, Umm Rumman, dengan perhatian khusus membantu mempercepat pematangan fisiknya, menunjukkan kesiapannya secara jasmani. Imam Al-Bukhari mendukung pandangan bahwa kesiapan fisik merupakan salah satu ukuran kebolehan seorang gadis kecil untuk menikah, selain dari kesiapan mental dan spiritual.

Kelima, pernikahan ini memiliki tujuan untuk memperkuat hubungan kekerabatan antara Rasulullah SAW dengan Abu Bakar as-Shiddiq, salah satu sahabat yang sangat berpengaruh. Abu Bakar memiliki jaringan luas di bidang perdagangan dan telah memberikan dukungan finansial yang besar kepada dakwah Islam, termasuk berinfaq dua kali dengan seluruh kekayaannya.

Keenam, pada zamannya, menikah di usia dini adalah praktik yang umum di masyarakat Arab. Oleh karena itu, pernikahan Rasulullah SAW dengan Dewi Aisyah, meskipun dengan perbedaan usia yang cukup signifikan, harus dipahami dengan perspektif zaman tersebut. Menghakimi standar moral masa lalu dengan lensa nilai masa kini mungkin tidak adil.

Terakhir, pada pembahasan mengenai tuduhan pedofilia, penting untuk menyadari bahwa orientasi seksual pedofilia merujuk pada kecenderungan eksklusif kepada anak-anak. Nabi SAW memiliki sembilan istri, dan Dewi Aisyah hanya satu di antaranya yang dinikahi pada usia muda. Sementara itu, delapan istri lainnya adalah janda-janda yang telah memiliki anak.

Yang patut diperhatikan, Dewi Aisyah tidak memiliki keturunan dari Rasulullah SAW. Meskipun mereka hidup bersama selama 9 tahun, tidak ada keturunan dari pernikahan ini. Fakta ini memunculkan pertanyaan tentang apakah mereka pernah “berkumpul.” Namun, hal ini juga menunjukkan bahwa tuduhan terhadap Rasulullah SAW sebagai pedofil tidak dapat dipertahankan.

Semoga penjelasan ini membantu dalam memahami konteks pernikahan Rasulullah SAW dengan Dewi Aisyah dan menghilangkan keraguan. Mari kita terus mendekatkan diri kepada ilmu dan pemahaman yang lebih dalam. Wallahu A’lam

Artikel ini telah dibaca 29 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Politik Damai: Jalan Menuju Kehidupan yang Harmonis

21 November 2024 - 08:56 WIB

Politik dan Kemanusiaan dalam Pilkada Serentak

19 November 2024 - 11:09 WIB

Membangun Kehidupan Berbangsa Melalui Toleransi dan Keadilan

30 Oktober 2024 - 06:13 WIB

Radikalisme dan Upaya Pembentukan Desa Siaga sebagai Benteng Keamanan Nasional

30 Oktober 2024 - 05:55 WIB

Menilik Sejarah Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

26 Oktober 2024 - 05:18 WIB

Radikalisme dan Tantangan yang Dihadapi Negara

26 Oktober 2024 - 05:06 WIB

Trending di Kontra Narasi