Santrikeren.id-Mayoritas umat Islam sepakat bahwa hadits Nabi merupakan sumber primer ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hadits sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi kehidupan umat Muslim. Sebagai produk sejarah, hadits memiliki sejarah yang panjang, mulai dari penyebaran, penulisan, pembukuan hingga pengembangan metode kritik hadits.
Namun seiring perkembangan zaman, kebutuhan umat Muslim terhadap hadits semakin beragam. Hal ini pada gilirannya menuntut akan adanya kreativitas dan kebaharuan dalam media juga metode penggunaan hadits. Dalam konteks ini, Direktur Marhalah Tsaniah (Pascasarjana) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Ustadz Ahmad Ubaydi Hasbillah, menjelaskan fenomena perkembangan kajian hadits di masa kini.
Ustadz Ahmad Ubaydi Hasbillah mengawali penjelasannya dengan fakta yang memprihatinkan, yaitu bahwa dalam dua dekade terakhir, minat mahasiswa pada kajian hadits mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari minimnya mahasiswa yang mendaftar di program studi ilmu hadits. Namun, ia juga mencermati beberapa fenomena yang terjadi di tengah masyarakat modern.
“Minat mahasiswa yang mendaftar di prodi ilmu hadist itu menurun, bahkan sampai ada (prodi hadits) yang ditutup,” ujarnya pada acara Stadium Generale di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, pada Sabtu (18/11/2023).
Salah satu fenomena tersebut adalah adanya politisasi dan cocokologi hadits, dimana hadits digunakan untuk kepentingan politik dan dipilih sesuai kecocokan pemahaman pribadi. Selain itu, popularitas ustadz selebritis yang sering mengutip hadits menjadi daya tarik tersendiri. Terlebih lagi, lembaga-lembaga fatwa juga turut mengutip hadits-hadits Nabi dalam proses fatwa mereka.
Menurut Ustadz Ubaydi, fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat masih dan akan terus membutuhkan hadits sebagai landasan dalam menjalani kehidupan mereka. Meski dalam dimensi akademik, minat pada hadits sedang mengalami penurunan.
Pentingnya memahami bahwa kebutuhan umat Muslim terhadap hadits sebagai bagian integral dari kehidupan mereka akan selalu tinggi dan relevan sepanjang waktu. Hanya saja, tantangan kini adalah bagaimana para aktivis kajian hadits dapat menyesuaikan dan mengembangkan pola, corak, dan media kajian hadits agar tetap sesuai dengan semangat zaman.
Sebagai kesimpulan, Ustadz Ubaydi menegaskan bahwa kebutuhan terhadap ajaran Rasulullah saw akan selalu tinggi dan relevan, hanya saja perlu adaptasi dalam pola penyampaian dan metode kajian. Dengan demikian, para aktivis kajian hadits memiliki tanggung jawab untuk membangkitkan minat dan semangat masyarakat terhadap kajian hadits. (Mutawakil)