Oleh: Mutawakil
Al-Imaam Al-‘Allaamah Asy-Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani at-Tanari asy-Syafi’i, atau lebih dikenal sebagai Syekh Nawawi al-Bantani, adalah salah satu ulama besar Indonesia yang mencapai ketenaran internasional. Beliau juga memiliki garis keturunan sampai baginda nabi Muhammad SAW.(1) Lahir di Tanara, Serang, sekitar tahun 1813 Masehi, ia menjadi Imam Masjidil Haram di Arab Saudi dan meninggalkan warisan ilmiah yang mengagumkan.
Kehidupan Awal dan Pendidikan
Syekh Nawawi lahir di keluarga ulama Banten. Ayahnya, Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, adalah seorang ulama lokal, sedangkan ibunya, Zubaedah, seorang ibu rumah tangga. Sejak usia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai belajar ilmu agama langsung dari ayahnya. Ia juga mempelajari pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran, dan tafsir bersama saudara-saudaranya.
Pada usia delapan tahun, bersama dua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi belajar kepada K.H. Sahal, seorang ulama terkenal di Banten. Kemudian, ia melanjutkan studi ke Syekh Baing Yusuf Purwakarta.(2) Di usia yang belum genap lima belas tahun, ia sudah mengajar banyak orang dan terus mencari ilmu dari berbagai ulama terkemuka.
Guru-Guru
Syekh Nawawi memiliki sejumlah guru terkemuka, termasuk ayahnya sendiri, K.H. Sahal, Syekh Ahmad Khatib asy-Syambasi, dan Syekh Abdul Ghani al-Bimawi. Pada usia yang relatif muda, Syekh Nawawi telah menjadi penceramah yang dicari dan dihormati.
Berikut adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh Nawawi: (3)
Syekh Umar bin Arabi al-Bantani (Ayahnya)
K.H. Sahal al-Bantani
Syekh Baing Yusuf Purwakarta
Syekh Ahmad Khatib asy-Syambasi
Syekh Ahmad Zaini Dahlan
Syekh Abdul Ghani al-Bimawi
Syekh Yusuf Sumbulaweni
Syekh Abdul Hamid Daghestani
Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi
Syekh Ahmad Dimyati
Syekh Muhammad Khatib Duma al-Hambali
Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki
Syekh Junaid al-Batawi
Syekh Zainuddin Aceh
Syekh Syihabuddin
Syekh Yusuf bin Muhammad Arsyad al-Banjari
Syekh Abdush Shamad bin Abdurahman al-Falimbani
Syekh Mahmud Kinan al-Falimbani
Syekh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani
Dan lain sebagainya.
Kemasyhuran Syekh Nawawi meluas ketika ia ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram, menggantikan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Nama baiknya tidak hanya dikenal di kota Mekkah dan Madinah, tetapi juga di berbagai penjuru dunia Islam.
Ulama Produktif
Syekh Nawawi al-Bantani tidak hanya diakui sebagai seorang imam, tetapi juga sebagai seorang penulis produktif. Jumlah karyanya mencapai lebih dari 115 kitab, mencakup berbagai bidang ilmu seperti fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Kontribusinya terhadap keilmuan Islam membuatnya dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz dan Imam Ulama al-Haramain.
Pemikiran dan Pengaruh Sosial
Pemikiran Syekh Nawawi mencerminkan komitmen tingginya terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. Setelah kembali ke Indonesia, ia menyaksikan ketidakadilan dan penindasan oleh pemerintah kolonial Belanda. Hal ini mendorongnya untuk berdakwah melawan penjajah. Pemikirannya juga mencakup isu nasionalisme dan peran penting Islam dalam kemerdekaan Indonesia.(4)
Meskipun berada di luar tanah air, Syekh Nawawi terus memantau perkembangan di Indonesia dan memberikan kontribusi pemikirannya untuk kemajuan masyarakatnya. Pemikirannya tentang kemerdekaan dan perlawanan terhadap penjajahan membuatnya menjadi figur yang dihormati dan diikuti oleh banyak ulama dan aktivis di Indonesia.
Pandangan tentang Ziarah Kubur
Syekh Nawawi tetap konsisten dengan pandangannya tentang ziarah kubur, meskipun pada masanya pemerintah Arab Saudi melarangnya dengan alasan bid’ah. Baginya, mengunjungi makam Nabi dan para sahabat adalah praktik ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam. Pendiriannya ini memberinya reputasi sebagai ulama yang konsisten dengan keyakinannya.
Murid-Muridnya
Warisan ilmiah dan sosial Syekh Nawawi al-Bantani terus hidup melalui murid-muridnya yang menjadi ulama terkemuka di berbagai wilayah, termasuk pendiri Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Hasyim Asyari, dan pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan.
Pemikirannya
Syekh Nawawi wafat di Mekkah pada sekitar tahun 1897 Masehi. Pemikiran dan pengaruhnya terus bertahan, menginspirasi generasi setelahnya untuk berjuang dalam bidang agama, ilmu pengetahuan, dan nasionalisme.
Dengan peranannya yang besar dalam perkembangan ilmu dan pemikiran Islam, Syekh Nawawi al-Bantani menjadi salah satu pilar intelektual dan spiritual bagi masyarakat Indonesia dan dunia Islam pada umumnya.
(1) Machrus, Mohammad (2014). “Silsilah Syekh Nawawi Tanara al-Bantani”. Yayasan Pondok Pesantren Daarul Falah – Ciloang.
(2) Mahbib (3 Februari 2017). “Syekh Nawawi Banten dan Beberapa Pemikiran Pentingnya”. nu.or.id.
(3) Khoirul, A. (1 Februari 2008). “Ulama Makkah Pun Berguru Kepadanya”. nu.or.id.
(4) Salmah; Rimma; Vidia (10 Juli 2007). “Syekh Nawawi al-Bantani”.
(5) Mahbib (3 Februari 2017). “Syekh Nawawi Banten dan Beberapa Pemikiran Pentingnya”. nu.or.id.