Oleh; Aira
“Kak Kya. You’re the best!! We love you!!”
Aku mendengar teriakan yang menyebut nama ku dengan begitu lantang ketika menaiki panggung untuk menerima penghargaan karena aku lulus sebagai siswa terbaik di kota ini. Aku tahu betul suara teriakan itu adalah adik tersayangku, dia datang bersama ayah dan ibu.
Ya, saat ini adalah acara kelulusan ku. Selanjutnya aku akan masuk universitas elit dan ternama di kota ini untuk melanjutkan studi.
Sebenarnya ayah menawari ku untuk melanjutkan studi di luar negeri, akan tetapi aku belum menginginkannya. Acara kelulusan berlangsung dengan lancar dan meriah hingga selesai. Aku bersama adik, ayah, dan ibu kembali ke rumah dengan mobil kami yang dikemudikan oleh supir pribadi ayah.
Aku berasal dari keluarga yang terpandang dan terhormat, ayah adalah seorang pemilik sekaligus pengusaha tersukses yang memiliki banyak cabang, bahkan cabang perusahaannya pun ada di beberapa negara bagian barat dan asia.
Sedangkan ibu adalah seorang desainer terkenal dan memiliki banyak butik, baru beberapa bulan lalu ibu mendirikan perusahaan desain dan perusahaan itu langsung melejit tinggi dalam dunia bisnis dan usaha.
Sementara adik perempuan ku.. ah, dia sepertinya akan terjun dalam dunia entertainment karena dia sangat berbakat dalam menyanyi dan berakting. Lalu aku, bagaimana dengan ku? Hahaha, aku tentu saja memiliki keunggulan.
Aku pandai menyanyi dan berakting sama seperti adik ku, tetapi aku juga pandai dalam berbisnis sedangkan adik tidak suka dengan dunia bisnis.
Keluarga kami bermarga Cabello, mengikuti marga dari ayah, marga yang terkenal dan di junjung tinggi karena kehormatannya. Nama lengkap ku ialah Kyara Cabelia Cabello, mereka biasa memanggil ku Kya atau Yara.
Adik perempuan ku bernama Calya Calistian Cabello, biasa dipanggil Alya atau Lya. Sedangkan ayah bernama Zilgwin Zedd Cabello dan ibu bernama Teressia Angelista Cabello. Saat ini kami berkumpul bersama di ruang keluarga setelah makan malam.
“Kya, kamu sungguh tidak ingin melanjutkan studi di luar negeri?” tanya ayah pada ku secara tiba-tiba.
“Tidak yah, aku belum menginginkannya lagi pula aku sudah mendaftar dan diterima universitas di sini” jawab ku.
“Ayah, kak Kya sangat aneh” ucap adik ku.
“Aneh bagaimana?” tanya ibu dan ayah hanya mengerutkan keningnya menunggu penjelasan dari Alya.
“Bakat kakak sama seperti ku tapi dia mengambil jurusan bahasa dan sastra Indonesia. Kenapa tidak mengambil bisnis, akting, menyanyi, atau desain?!” terangnya dan aku hanya menyimak.
“Tidak ada yang aneh dari bahasa dan sastra dia bisa menjadi pebisnis, aktris, penyanyi atau desainer. Sebuah jurusan tidak menjadi patokan atau tolak ukur seseorang akan berkerja sebagai apa” jelas ibu.
“Tapi tetap saja” elaknya.
“Sudahlah, aku yang menjalani dan ini urusan ku. Alya kamu tahun depan akan menyusul lulus dan persiapkan diri mu untuk melanjutkan kemana, apa yang akan kamu ambil. Tidak perlu mengurusi kakak” ucap ku pada Alya.
“Iiishh, iya iyaa” jawabnya sedikit kesal.
“Sudah-sudah” ayah menenangkan kami sebelum terjadi keributan.
Setelah perbincangan itu malam semakin larut dan aku kembali ke kamar untuk beristirahat. Perkuliahan tahun ajaran baru akan dimulai satu bulan mendatang, jadi setidaknya aku masih memiliki waktu libur selama satu bulan.
Aku akan menikmati waktu liburan ku selama sebulan di Bali, lusa aku akan berangkat dan sepertinya Alya akan ikut.
Waktu berjalan dengan cepat, hari ini adalah hari dimana aku akan berangkat ke Bali untuk menghabiskan waktu libur sebelum perkuliahan dimulai dan seperti dugaan ku, Alya ikut ke Bali dengan memohon-mohon izin kepada ayah. Kami berdua berangkat dengan pesawat garuda Indonesia, setibanya di Bali kami memesan hotel dengan dua kamar. Aku dan Alya menghabiskan liburan yang menyenangkan di Bali, sebenarnya ayah menyuruh ku untuk belajar bisnis di perusahaan namun aku menolaknya.
Waktu sebulan terasa begitu singkat dan cepat, akhirnya kami kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, kami disambut begitu hangat oleh ayah dan ibu.
Esok adalah hari pertama perkuliahan dan aku akan pergi ke kampus, ayah menyediakan mobil dan supir pribadi tetapi aku ingin mengendarai mobil seorang diri.
Di dalam kamar aku merebahkan tubuh dan menatap layar ponsel, lalu terdapat notif pesan masuk dengan nomor yang tidak ku kenal. Pesan itu bertuliskan salam kenal dan ku lihat foto profilnya seorang pria tampan. Hahaha, di foto dia memang terlihat tampan.
Pesan masuk: “Hi salam kenal, nama ku Altair Ghaisan. Aku melihat nomor mu berada di grup yang sama dan kebetulan kita satu jurusan.”
Aku membaca pesan itu dengan seksama dan mengulang kembali namanya dengan bibir ku “Altair Ghaisan”.
Hmm, setidaknya aku mengenal seseorang yang akan satu kelas dengan ku. Kemudian aku membalas pesannya dengan singkat dan malam ini kami saling berkirim pesan, bahkan bercerita hal-hal sepele satu sama lain.
Aku tidak sabar untuk hari esok karena akan bertemu langsung dengannya. Malam semakin larut dan aku pergi tidur, meletakkan ponsel lalu menyalakan lampu tidur tak lupa mengatur suhu ruangan agar tidur ku lebih nyaman dan nyenyak.
Aku terlelap dalam tidur dan dibangunkan oleh alarm di pagi hari, pagi yang cerah mengawali dengan penuh semangat karena ini adalah hari pertama ku ke kampus dan pastinya bertemu dengan Alta. Ya, Alta pria yang semalam mengirimi ku pesan perkenalan dan pada akhirnya kami menjadi seorang teman.
Aku sarapan bersama keluarga seperti biasanya, ayah dan ibu akan pergi ke perusahaan masing-masing dan adik ku tentu saja akan pergi ke sekolahnya. Mereka memakai mobil dengan supir pribadi sedangkan aku lebih memilih mengendarai mobilku sendiri.
Setibanya di kampus aku memarkirkan mobil pada tempat yang terjangkau, banyak sekali sorotan mata yang mengarah pada ku. Aku bisa melihatnya sorotan mata kagum, iri, dan tidak senang tapi aku tidak mempedulikan semua itu.
Aku berjalan menelusuri koridor mencari dimana letak kelas ku. Dan pada akhirnya aku menemukan plang nama di atas pintu yang menunjukkan itu adalah kelas ku. Aku memasuki kelas, sudah terdapat beberapa anak yang duduk di dalam sana.
Seperti biasa aku mencari kursi yang tidak terlalu depan atau pun belakang, aku lebih suka duduk di area pertengahan yang agak kedepan. Setelah duduk ada beberapa anak yang terus memperhatikan ku, sepertinya mereka ingin berkenalan tapi aku acuh dan memilih bermain ponsel sebelum kelas dimulai.
Beberapa menit kemudian tiba-tiba ada seseorang yang duduk begitu saja disamping ku. Aku merasa terganggu dan menoleh padanya. Oh ya ampun, aku begitu terkejut saat melihat wajahnya karena dia adalah Alta.
Bagaimana aku bisa tahu wajahnya? Itu karena kami bertukar foto semalam. Begitu aku melihatnya dengan terkejut, dia dengan tenang tersenyum pada ku. Senyumnya yang menawan membuat ku tertegun sejenak. Hingga…
“Hi, Kya kan?” tanya Alta pada ku.
“Iya. Alta?”
“Iya, Alta” jawabnya seraya menjabat tangan ku dan aku menerimanya.
Kami duduk berdampingan selama kelas berlangsung. Sebenarnya tidak ada kelas hari ini, hanya sebuah perkenalan dan arahan untuk ospek yang akan kita lakukan selaku mahasiswa baru atau maba. Dan betapa menyenangkannya karena ospek akan dilakukan selama 4 hari di luar kota.
Lusa kita akan berangkat bersama maba-maba lainnya menggunakan bus. Pasti akan sangat menyenangkan dan memberikan kenangan yang membahagiakan. Setelah kelas ini berakhir, aku dan Alta bersama teman sekelas lainnya tidak langsung pulang karena kami akan pergi ke sebuah kafe untuk saling mengakrabkan diri.
Lokasi kafe itu tidak jauh dari kampus, jadi kami memilih berjalan kaki bersama-sama. Sepanjang jalan kami saling berbincang dan diselangi dengan canda tawa.
Setibanya di kafe kami memilih satu meja besar untuk bersama. Disini kami membahas dan bercerita banyak hal dan sangat random. Aku pun membicarakan banyak hal bersama Alta. Saat sore hari kami kembali ke kampus mengambil kendaraan masing-masing lalu berpisah untuk pulang. Esok hari kami libur untuk mempersiapkan ospek di lusa hari.
Aku, Alta dan teman-teman lainnya saling berpamitan.
Bumi berputar sangat cepat, hari ini adalah hari keberangkatan maba untuk melakukan ospek di luar kota. Seluruh maba, kakak-kakak pembina dan beberapa dosen pendamping berkumpul bersama di area bus. Setelahnya bus kami berangkat, aku duduk bersama dengan Alta.
Selama 4 hari kami melakukan ospek, sangat melelahkan dan aku merasa sangat jenuh untuk beberapa saat. Lalu 3 bulan kemudiansetelah ospek itu berlalu, selama 3 bulan ini aku menjadi sangat dekat dengan Alta dan dua teman perempuan ku.
Kedua teman perempuan ku bernama Ivada Klein dan Saint Yvess panggilan mereka ialah Vada dan Vess, aku sangat dekat dengan mereka dan juga dengan sahabat atau teman kecil Alta, dia bernama Sean Draco panggilannya ialah Sean. Seiring waktu berjalan kami semakin akrab dan dekat bahkan kami mengikuti organisasi bersama. Alta adalah seorang ketua dan aku adalah wakilnya, sementara Vada adalah devisi informasi dan media.
Sedangkan Vess dengan Sean berada dalam satu devisi yaitu devisi minat bakat. Dalam organisasi ini terdapat sekretaris bernama Irishtana San, aku tidak terlalu suka dengannya karena dia sepertinya menyukai Alta. Aku tidak ingin Alta dekat dengannya, aku memang tidak memiliki hak atas itu namun aku cemburu jika melihat mereka bersama.
Cemburu dalam artian teman atau sahabat dekat bukan cemburu karena sebuah cinta lawan jenis. Aku tidak rela jika dia dekat dengan yang lainnya terutama dengan Iris, karena rasanya posisi ku seperti tergantikan dan aku merasa kehilangan Alta.
Satu tahun kemudian, kini kami berada di tahun kedua perkuliahan. Waktu terasa begitu cepat dan singkat, kami pun semakin dekat layaknya seorang saudara, antara aku, Alta, Vada, Vess, dan Sean. Hari ini adalah hari dimana kami akan pergi ke suatu tempat untuk acara organisasi.
Seluruh mahasiswa yang mengikuti organisasi menaiki bus dengan tertib. Seperti biasa, aku duduk bersama dengan Alta, Vess dengan Sean, dan, Vada dengan Iris. Bus melaju dengan kecepatan sedang, perjalanan yang memakan waktu ini membuat ku mengantuk dan sepertinya sama dengan Alta. Alta terlihat mengantuk lalu beberapa saat kemudian secara tiba-tiba kepalanya bersandar pada bahu ku, aku melirik sekilas dan melihatnya tertidur dengan pulas.
Hingga pada akhirnya aku pun tertidur dan tanpa sadar kepala kami saling menyandar, pemandangan yang sangat indah seperti sepasang kekasih yang tertidur di dalam bus dengan saling bersandar. Tanpa sepengetahuan kami, Vada mengabadikan momen itu dengan kamera ponselnya. Setelah sampai di tujuan kami melakukan yang seharusnya lalu kembali dan tiba pada malam hari.
Aku bersama Vada, Vess, dan Sean berada di rumah Alta, sedangkan Iris sudah kembali ke asramanya. Aku, Vada, dan Vess sedang menunggu jemputan kami. Akan tetapi sepertinya tidak ada yang menjemputku karena supir pribadi kami sedang cuti, ayah dan ibu sedang di luar negeri, tidak mungkin adik ku akan menjemput.
Tanpa sadar air mata ku terjatuh, ya aku menangis. Menangis karena tidak tahu bagaimana cara ku untuk pulang, ini sudah terlalu larut malam dan aku takut untuk memesan taksi online.
Kalian tahu, dengan sifat iseng dan usilnya Alta dengan Sean mereka merekam video ku yang sedang menangis. Sungguh hal yang memalukan buat ku. Namun pada akhirnya mereka berdualah yang mengantar ku pulang setelah Vada dan Vess di jemput oleh supir mereka.
Lalu tibalah tahun ajaran baru, dimana kami sebagai organisasi harus menyiapkan acara keakraban untuk mahasiswa-mahasiswa baru tahun ini. Acara ini kami namakan dengan acara makrab, disinilah kami berperan sebagai panitia.
Aku sangat tidak menyukai acara ini karena dalam acara ini Alta dan Iris terlihat begitu dekat, aku benci dengan hal itu namun aku tidak memiliki hak apapun disini, siapalah diri ku jika melarang mereka untuk dekat.. aku hanyalah seorang teman layaknya sahabat bagi Alta.
Pada acara ini hal yang membuat ku semakin kesal adalah ketika mereka berdua foto bersama, rasanya aku sangat cemburu dan dipenuhi amarah, aku memilih untuk diam sepanjang acara berlangsung.
Hingga satu bulan berlalu, hubungan ku dengan Alta terasa semakin renggang dan menjauh. Aku masih menyimpan kekesalan dan amarah sejak kejadian dalam acara makrab itu. Lalu ada suatu ketika dimana kami, berkumpul bersama untuk membahas kelanjutan dalam organisasi ini.
Di perkumpulan itu aku masih sangat kesal saat melihat Alta dan Iris, di tambah lagi mereka duduk berdekatan saat pembahasan ini berlangsung. Aku diam seribu bahasa dengan ekspresi kekesalan di wajahku yang tak bisa ku sembunyikan. Saat pembahasan itu terhenti sejenak untuk istirahat, tiba-tiba Alta mengajak ku ke suatu tempat.
Awal mula aku menolak namun pada akhirnya aku tetap di ajak dengan sedikit paksaan. Kami meninggalkan tempat itu dan pergi sedikit lebih jauh, entah kemana Alta akan membawa ku.
Di suatu tempat yang cukup sepi dan hanya ada kita berdua, Alta membuka pembicaraan di antara kami.
Aku menunduk dan memainkan tanaman yang ada di sana seraya mendengarkan dan menjawab pertanyaan Alta.
“Kya, kamu kenapa?” tanyanya pada ku.
“Aku tidak apa-apa” jawab ku dengan singkat tanpa menatap matanya.
“Janganlah seperti ini, jika kamu memiliki masalah bisa cerita dengan ku”
“Aku tidak ada masalah apapun”
“Jika tidak ada masalah kenapa kamu diam sepanjang diskusi tadi?”
“…..”
“Kita berdua adalah ketua dan wakil, aku mohon kamu jangan seperti ini. Kita adalah panutan atau patokan bagi yang lainnya. Jika kita tidak ada komunikasi seperti ini mereka akan curiga dan heran dengan sikap kita”
“Maaf”
“Katakan kamu ada masalah apa? Apa aku ada salah dengan mu? Jawab aku dengan jujur!”
“Aku tid-…“
“Jawab dengan jujur!”
Alta terus mendesak ku untuk mengatakan perasaan ku dengan jujur. Pada akhirnya aku menjelaskan semua isi hati, kekesalan dan amarah yang kurasakan kepadanya. Dan tak lupa aku ceritakan juga terkait fotonya bersama Iris yang membuat ku kesal.
Dia mendengarkan dengan seksama lalu meminta maaf saat penjelasan ku berakhir. Disini dia tidak sepenuhnya salah namun aku juga salah, dan kami saling meminta maaf. Aku sangat senang setelah meluapkan semua kekesalan dan amarah yang selama ini ku pendam. Hingga suatu hal terlintas dalam pikiran ku.
“Alta, apa kamu menyukai Iris?” tanya ku begitu saja.
“Tidak, tidak ada wanita yang ku sukai di kelas kita” jawabnya.
Mendengar jawabannya membuat ku sedikit lega dan senang, karena Alta tidak menyukai Iris. Dan aku senang hubungan kami membaik seperti semula. Setelah meluruskan masalah ini kami kembali ke tempat berkumpul. Dalam perjalanan kembali aku merasa bahagia dan Alta pun terlihat bahagia karena sikap dingin ku sudah menghilang.
Aku sungguh tidak ingin Alta dekat dengan wanita lain namun aku hanyalah seorang teman sekaligus sahabat yang tak memiliki hak untuk mengatur hidupnya, bahkan keluarga dan orang tuanya pun tidak memiliki hak untuk itu.
Aku harap kedepannya dan untuk waktu yang lama, hubungan kami tetap terjalin dengan baik. Kamu hanyalah milik ku, namun aku bukanlah orang istimewa bagi mu.