Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Suara Santri · 24 Okt 2023 00:57 WIB ·

Pesantren Menuju Sampah “Minimalis”: Jihad Ekologi di Era Disrupsi


 Pesantren Menuju Sampah “Minimalis”: Jihad Ekologi di Era Disrupsi Perbesar

Oleh : Abdul Warits*

Kalau kalian berkunjung ke pesantren Annuqayah, Guluk guluk Sumenep Madura, kalian akan takjub dengan berbagai pemandangan yang menyejukkan, pepohonan sangat menghijau dalam pandangan, sebab pesantren ini berada di daerah bebukitan.

Hampir setiap pagi udara kita hirup dengan segar. Tidak ada kebisingan kendaraan, sangat sejuk sehingga banyak santrinya yang memunculkan inpirasi-inpirasi segar dan gagasan yang pantas untuk dihidupkan di tengah-tengah masyarakat.

Akan tetapi, pesantren dan penghuninya juga akan mempengaruhi terhadap lingkungan dan alam sekitarnya. Lalu, tidakkah kita berpikir dan mengamati sejenak saja, berapa banyak sampah di pesantren yang dijatuhkan dari tangan-tangan kita yang binal?

Menuju sampah minimalis merupakan gerakan penting yang butuh kepada penyadaran diri masing-masing individu santri. Kita memang tidak bisa membendung sampah plastik yang ada di sekitar kita. Termasuk bagaimana membumikan gerakan peduli sampah ini di tengah tengah masyarakat.

Akan tetapi, bijaksana dalam menggunakan plastik adalah sikap yang harus diwujudkan ke dalam prilaku karena sesuatu yang kecil yang dibiarkan secara terus menerus akan menjadi sesuatu yang besar dan berakibat fatal terhadap kehidupan kita di dunia ini. Maka Pesantren harus memulai mengelola sampah dengan sebaik-baiknya.

Maka, masalah sampah bukan tergantung pada bagaimana banyaknya sampah yang bergentayangan di sekitar kita, tetapi bergantung kepada sejauh mana respon kita terhadap masalah sampah tersebut. Hal ini berlaku kepada permasalahan apapun, tidak hanya sampah. Maka, masalah bukan tergantung besar dan kecilnya tetapi sejauh mana masalah dipecahkan dengan sigap.

Caranya, pertama, santri harus memikirkan lingkungannya, ia harus bisa bersosial dengan baik, tidak hanya dengan dengan sesamanya tetapi juga dengan apapun yang ada disekitarnya; sampah. Sebagai santri yang bijaksana, ia tidak hanya menganggap sampah sebagai sesuatu yang kotor dan dihindari, tetapi seharusnya dan semestinyasebagai santribisa membawa yang kotor tersebut ke arah yang bersih dengan cara arif dan kreatif.

Misalnya, memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat, sebab sekotor-kotor dan sesampah-sampahnya apapun, ia akan tetap memiliki fungsi dalam sebuah struktur dunia yang sedang berlari seperti sekarang ini. Hanya saja, manusia terkadang tidak bisa menjangkau terhadap sesuatu dibalik itu.

Kedua, sebagai santri, sikap yang dipertontonkan hendaknya memang mendunia dengan tetap menjaga prinsip-prinsip kesantrian. Karena tidak bisa dipungkiri, dunia yang semakin mengalami perkembangan hendaknya bisa direspon oleh santri, apalagi persoalan sampah.

Jika santri belajar tentang akhlak di pesantren, maka hendaknya ia senantiasa terus bisa dikontekstualisasikan ke dalam hal apa saja. Sebab, menurut Quraish Shihab, dalam berbagai dimensi kehidupan manusia pasti ada hubungannya dengan etika.

Santri yang sudah dicekoki dengan beragam materi akhlak di pesantren, seyogyanya tidak hanya selesai pada persoalan permbersihan hati dalam teori. Bahwa ada beragam jalan terjal yang dilakukan untuk bisa membersihkan hati semisal menjaga kebersihan, tidak membuang sampah, menyediakan tempat sampah, dan lain sebagainya. Tetapi, dengan cara peduli terhadap sampah dan kotoran juga menjadi praktik dalam kehidupan keseharian santri.

Dalam hadits disebutkan bahwa segala perbuatan itu tergantung pada niatnya. Niat membersihkan lingkungan pesantren dalam rangka membersihkan hati akan menjadikan hidup kalian lebih teratur dan tertata dengan rapi.

Maka, tidak heran meminimimalisir sampah akan menjadi jalan sufistik bagi seorang santri. Pesantren Annuqayah tentu saja harus bersikap minimalis terhadap sampah, karena pesantren ini tidak berdiri di daerah perkotaan yang sangat metropolis.

Artikel ini telah dibaca 12 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Jejak Keagungan dan Kebijaksanaan Wanita yang Diabadikan Kitab Suci

5 Oktober 2024 - 06:32 WIB

Pesantren Menghadapi Pilkada dan Politik: Antara Netralitas dan Partisipasi

30 September 2024 - 05:29 WIB

Peran Guru Ngaji di Madura

29 September 2024 - 23:30 WIB

Santri dan Demokrasi: Peran Pesantren dalam Membangun Bangsa

29 September 2024 - 23:03 WIB

Ciri Khas Pesantren Madura: Menggali Tradisi, Pendidikan, dan Nilai Lokal

29 September 2024 - 21:10 WIB

Ekologi Pesantren: Mengintegrasikan Kehidupan Spiritual dan Lingkungan

29 September 2024 - 20:36 WIB

Trending di Suara Santri