Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 20 Okt 2023 06:22 WIB ·

Mengenal Tari Sintung di Kabupaten Sumenep Madura, Ternyata Tari Bermakna Perdamaian


 Mengenal Tari Sintung di Kabupaten Sumenep Madura, Ternyata Tari Bermakna Perdamaian Perbesar

Oleh: Abdul Warits

Duta Damai Santri Jawa Timur bekerja sama dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA-I) Instika  menggelar bedah buku Damailah Negeriku di Aula Asy-Syarqawi Pondok Pesantren Annuqayah, Kamis (19/10/2023).

Kegiatan Festival Cinta Buku (FCB) Nasional yang dihadiri langsung oleh Kasubdit Kontra Propaganda BNPT RI, Bapak Kolonel Sus Solihuddin Nasution berlangsung meriah. Pasalnya, sebelum  kegiatan bedah buku dilaksanakan, ada yang menarik perhatian dengan penampilan tari Sintung yang berasal dari desa Tambaagung, Kecamatan Ambunten, Sumenep.

Sebagaimana diketahui, kesenian Sintung ini berasal dari Asia Tengah, yaitu semenanjung Arabia. Kesenian ini dibawa oleh para pedagang Gujarat (India), bersamaan dengan misi mereka yaitu menyebarkan agama Islam.

Dari arah Sumatera, tepatnya Aceh, perjalanan kesenian ini terus menuju ke arah timur pulau Jawa, dan akhirnya sampai ke dataran pulau Madura.

Menurut salah satu budayawan Madura kesenian ini diperkirakan setua pesantren di kampung Parongpong, Kecamatan Rubaru Sumenep. Pesantren ini diperkirakan berdiri sekitar abad XVIII.

Di pesantren Parongpong, Kecamatan Rubaru inilah kesenian Sintung diajarkan kepada para santri. Diantara para santri tersebut ada yang berasal dari Desa Tambaagung Barat, yang secara kebetulan mempunyai hubungan kekerabatan.

Dan dari generasi ke generasi, kesenian Sintung ini diajarkan dan dilestarikan. Adapun Kiai Ridwan dan Kiai Talibin, adalah penata gerak (kreografer) yang paling terkenal pada jamannya, beliau berdua yang meletakkan dasar-dasar tari pada kesenian Sintung. Kesenian ini cepat mendapat respon dari masyarakat, karena banyak membawa pesan-pesan yang Islami.

Kata Sintung merupakan akronim dari rangkaian kata “wang-awang sintung”, “wang-awang” mempunyai arti “mengangkat kaki”, dan kata “sin” berasal dari bahasa Arab, berarti bergembira ria. Sedangkan tung, merupakan kepanjangan dari kata settung (satu).

Secara gamblang dapat diartikan bahwa Sintung adalah refleksi jiwa, ungkapan kegembiraan yang diekspresikan dengan cara mengangkat kaki, bergembira ria sambil melompat-lompat disertai pembacaan shalawat dan barzanji.

Gerak tarian dan nyanyian (shalawat dan barzanji) tersebut, hanya ditujukan pada satu Dzat yang menguasai alam semesta, yaitu Sang Khaliq, Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Kuasa. Lirik dalam Syair Sintung ini sangat sulit diterjemahkan, karena hampir semua kata mengandung unsur bunyi.

Menurut cerita Ach Taufiqil Aziz, salah satu alumni Pondok Pesantren Annuqayah dalam tulisannya menyebutkan bahwa Presiden Jokowi pernah disambut dengan Kesenian Tarian Sintung.

Menurutnya, pesan dari kesenian itu untuk menunjukkan akan adanya zat yang agung yang mengatur segalanya. Sehingga dengan kesadaran adanya yang agung, maka tentu saja tidak ada zat lain yang perlu disembah.

Sehingga dengan menuhankan Allah, sebagaimana kata Gus Dur, bahwa maka jadilah sepertinya diri-Nya yang menerima semua umatnya. Tak membedakan warna kulit, ras, golongan dan agama. Karena dihadapan Allah semua manusia sama.

Ach Taufiqil Aziz lebih lanjut menuliskan tarian sintung ini adalah simbol perdamaian. Karena yang menjalankankan ritualitas Tarian Sintung ini mengungkapkan makna dalam relasi kepada Allah (Hablum minallah), relasi antar manusia (hablum minannnas), dan relasi antar dengan alam (hablum minal alam).

Bentuk gerakan yang dibarengi dengan shalawat itu adalah ekspresi dari cinta kepada Allah, manusia dan alam. Saat sudah cinta yang dijadikan sebagai spirit dan dikongkretkan dalam wujud tarian, maka sebagaimana kata KH. D. Zawawi Imron bahwa setiap orang yang mempunyai cinta yang besar tidak akan memiliki kemampuan untuk membenci kepada orang lain.

Taufiqil Aziz menuliskan dalam konteks lain, rasa cinta adalah modal penting untuk merawat kebhinekaan di Indonesia. Hanya saja memang, rasa cinta itu sangat sulit ditengah dinamika kebangsaan yang kini penuh dengan radikalisme dan ujaran kebencian. Sementara tarian sintung hanya bertahan di pelosok desa di Kabupaten Sumenep Madura.

Semoga Tarian Sintung dapat menginspirasi dan menjadi spirit perdamaian dunia. Tarian Sintung adalah bukti sederhana, bahwa kekayaan lokalitas budaya di Indonesia memiliki spirit penting untuk menjaga keutuhan NKRI dengan semangat berani damai.

Artikel ini telah dibaca 34 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Telaah Isu Terorisme di Indonesia pada Era Orde Baru (1966-1998)

29 Agustus 2024 - 22:52 WIB

Telaah Isu Terorisme di Indonesia pada Era Pasca Kemerdekaan (1945-1965)

29 Agustus 2024 - 22:49 WIB

Bahaya Intoleransi dan Pentingnya Nilai nilai Kebhinekaan di Indonesia

29 Agustus 2024 - 22:45 WIB

Telaah Isu Terorisme di Indonesia: Dari Masa ke Masa

29 Agustus 2024 - 22:41 WIB

Kampanye Perdamaian: Memperkuat Fondasi NKRI

29 Agustus 2024 - 22:35 WIB

6 Nilai Utama Karakter Santri dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

12 Agustus 2024 - 23:03 WIB

Trending di Kontra Narasi