Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Damai Pedia · 21 Agu 2023 08:15 WIB ·

Fakta-fakta Muatan Materi Buku Pelajaran PAI yang Dinilai Menyimpang dari Ahlussunah


 Fakta-fakta Muatan Materi Buku Pelajaran PAI yang Dinilai Menyimpang dari Ahlussunah Perbesar

Santrikeren.id-Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Korda Madura merespons polemik buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang dinilai menyimpang dari ajaran Ahlussunah Wal Jamaah.

Mereka mendesak Kementerian Agama (Kemenag) segera mencabut peredaran buku tersebut agar tidak meresahkan masyarakat.

Penegasan ini disampaikan KH Taufik Hasyim, Koordinator PCNU se-Madura usai melakukan pertemuan rutin di Kantor PCNU Sumenep, Ahad, (20/8/2023).

“Kami NU se-Madura mengharap dan meminta dengan sungguh-sungguh kepada pihak terkait, dalam hal ini Kemenag agar mengkaji, menelaah dan bahkan menarik buku tersebut, tidak diedarkan dan dihentikan,” ungkapnya.

Penulis mencoba merinci sejumlah muatan materi buku ajar PAI yang dinilai menyimpang. Dilansir dari Media Literasi IAI NATA Sampang dan Lembaga Bahstul Masail Miftahut Thullab Gendangan.

Sejumlah muatan materi yang dinilai menyimpang itu kemudian dikoreksi oleh tim peneliti IAI NATA Sampang dan LBM Miftahut Thullab. Bahkan telah ditashih oleh pengurus PCNU Sampang, diantaranya KH Syafi’uddin Abd Wahid, KH Abd Wahhab Zain, KH Luay Imam, Gus Rahmatullah.

Salah satu muatan materi buku ajar yang dinilai menyimpang adalah buku fikih untuk MTs Kelas VII-VIII. Buku ajar berjudul ‘Ayo Memahami Fikih untuk Kelas VII Jilid I, ditulis oleh H Jamhari dan H Tasimin, dan diterbitkan oleh Penerbit Erlangga.

Di halaman 31 terdapat penjelasan mengenai waktu mengeluarkan zakat fitrah. Yang dinilai menyimpang adalah salah satu poin menyebut bahwa membayar zakat fitrah setelah shalat idul Fitri hukumnya haram.

Padahal, menurut Hasil Bahtsul Masail menyatakan bahwa hukum tersebut tidak dibenarkan oleh madzhab yang empat. Sebab, waktu haram membayar zakat yaitu jika lewat dari hari Idul Fitri, seperti mengeluarkan zakat keesokan harinya. Sebagaimana dalam keterangan Kitab I’anatut Thalibin halaman 174 karya Abu Bakar al-Dimyathi.

Muatan materi yang dinilai menyimpang berikutnya adalah menyebutkan bahwa salah satu syarat sah wudlu tidak dalam keadaan hadats besar. Padahal menurut madzhab yang empat hal itu tidaklah dibenarkan.

Dalam madzhab Syafiiyah, Hanafiyah dan Hanabilah sah orang junub yang notabene hadats besar berwudhu ketika ingin makan, minum, jimak lagi dan ingin tidur. Bahkan hukumnya sunnah. Begitu juga dalam madzhab Malikiyah sah dan sunnah orang junub yang notabene hadats besar berwudhu ketika ingin tidur.

Begitu juga sah dan sunnah berwudhu orang hadats besar dengan haid dan nifas, asalkan darahnya sudah putus.

Selain itu, muatan materi menyimpang berikutnya adalah salah satu syarat menjadi imam yakni orang yang lebih fasih bacaan Al-Qurannya. Juga mereka yang memiliki hafalan Al-Qur’an paling banyak dan memiliki bacaan Al-Qur’an paling fasih dari yang lain.

Pemahaman itu berbeda dengan landasan hukum madzhab yang empat. Bahkan hal tersebut bukanlah syarat, melainkan hanya sebatas anjuran atau prioritas.

Bahkan menurut Syafi’iyah, pemimpin di daerah itu dan imam ratub lebih prioritas darinpada mereka yang lebih dalam ilmu agamanya. Dan orang lebih fasih bacaan alqurannya dan banyak hafalannya. Begitu juga menurut Malikiyah, hakim justru yang lebih prioritas menjadi imam sekalipun ada orang yang lebih dalam ilmu agamanya.

Tak hanya di tingkat MTs, muatan materi buku ajar yang menyimpang juga ditemukan di tingkat SMA sederajat. Salah satunya Buku PAI dan Budi Pekerti tingkat SMA sederajat Kelas XI yang ditulis oleh Mustahdi dan Mustakim. Penyedia penerbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud.

Juga Buku PAI dan Budi Pekerti SMA sederajat Kelas XII. Ditulis oleh HA Sholeh Dimyati dan Faisal Ghozali. Penyedia penerbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud.

Menurut Imam Syafi’i, Hambali dan Maliki hukumnya haram menguburkan dua sampai sampai tiga jenazah dalam satu liang kubur, dan makruh menurut Hanafi. Yang boleh mengubur satu liang lahat itu ketika kondisi darurat atau ada hajat. Seperti banyak orang meninggal kemudian sulit dikuburkan dalam liang lahat yang berbeda.

Nabi Muhammad menguburkan dua mayat dalam satu liang lahat dalam perang Uhud itu karenq dalam kondisi darurat atau karena ada hajat.

Kemudian di halaman 40 dijelaskan bahwa menguburkan mayat di malam hari yang boleh itu jika dalam keadaan terpaksa. Seperti bau menyengat meski sudah diberi wangi-wangian. Dari sini dapat dipahami bahwa jika dalam keadaan normal maka tidak boleh.

Sementara menurut madzhab yang empat, mengubur mayat di malam hari itu boleh bahkan tidak makruh. Siti Aisyah dan Khulafa al-Rasyidin selain Sayyidina Ali dimakamkan di malam hari. Bahkan haram pemakaman mayat ditunda ke siang hari kalau menyebabkan mayat berubah.

Dalam buku ajar PAI dan Budi Pekerti tingkat SMA sederajat itu juga disebutkan bahwa salah satu syarat wali nikah adalah orang yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci. Padahal dalam kitab fikih, syarat wali nikah itu ada 6, Islam, Baligh, Punya akal, Merdeka, Laki-laki dan adil. Tidak ada ketentuan menggunakan orang yang dikehendaki. Selagi memenuhi 6 syarat itu maka pernikahan sah.

Buku Mata Pelajaran Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VII terbitan Kementerian Agama Tajun 2022 juga terdapat hal janggal yang butuh dikaji ulang.

Dalam buku itu disebutkan bahwa hadats kecil adalah hadats yang cara menyucikannya dengan berwudlu atau tayammum. Atau dalam kata lain hadats kecil dapat disucikan dengan tayammum. Padahal menurut madzhab Syafi’i, tayammum itu tidak dapat menghilangkan hadats atau tidak dapat menyucikan hadats.

Namun demikian, dengan melakukan tayammum maka diperbolehkan melakukan shalat. Karena itu dalam niat tayammum tidak menggunakan untuk menghilangkan hadats, melainkan untuk diperbolehkan menunaikan shalat. Demikian juga menurut Hambali dan Maliki, tayammum itu tidak dapat menghilangkan hadats.

Buku Akidah Akhlak MA Kelas XII, ditulis oleh A Yusuf Alfi Shuhr, Hak Cipta Kementerian Agama RI, Tahun 2020 juga butuh kajian ulang. Dalam buku Akidah Akhlak ini dijelaskan bahwa kita dituntut menjauhi prilaku penghakiman terhadap seseorang karena perbedaan pemahaman.

Penghakiman dalam arti menyatakan bahwa orang ini salah dan menyimpang, sehingga materi itu perlu lebih diperjelas untuk menghindari pemahaman yang keliru pada pembaca. (Ibnu)

Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Lagi, Ponpes Annuqayah Lubangsa Putri Torehkan Juara Umum Sukarabic Fest VII UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

15 September 2024 - 21:39 WIB

BNPT RI Bentuk Duta Damai Bali, Deputi I: Generasi Muda Benteng Perdamaian di Pulau Dewata

13 September 2024 - 10:04 WIB

Simak Cara Buat Pembalut Kain Ramah Lingkungan ala KKN Universitas Annuqayah

8 September 2024 - 21:07 WIB

Lagi, Grup Hadrah Liwa’ul Muridat Ponpes Darussalam Sabet Juara 1 Festival Ekonomi Syariah Bank Indonesia Jember

6 September 2024 - 10:08 WIB

KKN Universitas Annuqayah Bantu Warga Olah Singkong Bernilai Ekonomi Kreatif

4 September 2024 - 10:58 WIB

KKN Universitas Annuqayah Jelajahi Inovasi Budidaya Udang Ramah Lingkungan di Sumenep

3 September 2024 - 11:52 WIB

Trending di Damai Pedia