Dalam usianya yang telah genap satu abad, Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan atas sebuah cita-cita peradaban yang begitu mengagumkan, telah mampu mewujudkan tata dunia yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan konsep kehidupan yang harmonis berkeadilan.
NU menduduki peranan sentral bagaimana Islam menjadi agama yang rahmatan lil alamin benar-benar terwujud secara nyata, bukan sekedar wacana belaka.
Oleh karenanya bukanlah hal yang mengherankan jika nilai-nilai kemanusian yang di dalamnya terdapat perdamaian, selalu dijunjung tinggi oleh organisasi keagamaan terbesar di dunia ini.
NU selalu mencari solusi disetiap konflik, perselisihan, problematika yang terjadi di atas muka bumi, untuk dicarikan jalan tengah yang tidak menimbulkan kerugian bagi satu pihak maupun kedua belah pihak yang sedang bertikai.
Hal ini sebagaimana bukti sejak era 80-an, NU telah menjadi motor lahirnya gagasan-gagasan segar dalam bidang sosial keagamaan.
Sebagaimana yang dipelopori oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketika menjadi ketua umum PBNU, beliau menuliskan gagasan segar dalam bentuk opini-opini yang kemudian dikumpulkan menjadi buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita.
Lalu pada muktamar yang ke-33 di Jombang, NU kembali melahirkan gagasan yang tak kalah segar tentang Islam Nusantara. Di mana dalam analisa Azyumardi Azra, Islam Nusantara ala Nahdlatul Ulama ini memiliki potensi untuk kemajuan bangsa guna mewujudkan peradaban Islam yang rahmatan li al-alamin.
Dan akhir-akhir ini, NU kembali memunculkan gagasan baru tentang Fikih Peradaban yang di dalamnya dibahas isu-isu global.
Pandangan Dasar Nahdlatul Ulama
Islam sebagaimana asal katanya berarti kedamaian, keselamatan, bukan membuat kerusakan dan pertikaian tiada akhir di atas persada bumi ini, melainkan membawa perdamaian bagi seluruh alam semesta, baik Muslim maupun non Muslim.
Islam telah memperkenalkan maqoshidus syariah atau tujuan-tujuan pensyariatan Islam. Menjaga agama, nyawa, harta, keturunan dan akal merupakan tujuan utama kehidupan beragama.
Agar perdamaian dapat diwujudkan, NU mengusung prinsip-prinsip yang ketika ditaati, akan berdampak besar kepada perdamaian itu sendiri.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain: Ukhuwwah Nahdliyyah (Persaudaraan Warga NU), Ukhuwwah Islamiyyah (Persaudaraan Umat Islam), Ukhuwwah Wathoniyyah (Persaudaraan Sebangsa) dan Ukhuwwah Insaniyyah (Persaudaraan Kemanusiaan) serta Ukhuwwah Basyariyyah (Persaudaraan Semesta).
Selain itu, NU dalam beragama memiliki karakter Islam yang tawasuth dan tawazun; moderat dan jalan tengah. Artinya tidak terlalu ke kiri atau pun ke kanan.
Halaqah Fikih Peradaban
Berdasar pada prinsip-prinsip dan karakter khas NU, melihat perkembangan di era digital akhir-akhir ini, di mana situasi global yang semakin memprihatinkan, dengan semakin hari semakin banyaknya terjadi konflik, genosida, tindakan kekerasan, belum lagi diperkeruh situasi yang terjadi dunia maya, seperti banyaknya hoaks, ujaran kebencian dan lain sebagainya. Perlulah kiranya dicarikan jalan keluar yang solutif.
Beranjak dari hal demikian, atas inisatif ketua umum PBNU, Dr. (HC) KH. Yahya Cholil Staquf, dalam rangka peringatan satu abad NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar rangkaian ‘halaqah fikih peradaban’ dimulai sejak Agustus 2022 sampai tanggal 06 Februari 2023 itu berlokasikan di 260 tempat di berbagai daerah.
Beberapa tema yang diangkat dalam perhelatan akbar tersebut ialah, fikih negara bangsa, fikih kewarganegaraan, fikih minoritas, juga mengangkat isu perdamaian serta piagam PBB.
Dalam halaqoh tersebut, NU merekomendasikan pokok-pokok yang mana bahwa fikih klasik tentang umat Islam bersatu dalam satu khilafah tidak lagi dianggap relevan dan mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, visi yang mana mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah.
Seperti mengembangkan fikih baru, fikih yang lebih humanistik, yang dapat mencegah eksploitasi, menangkal penyebaran kebencian dan mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan harmonis, daripada berusaha menegakkan khilafah yang pada kenyataannya malah menyebabkan konflik dan ketidakstabilan serta hancurnya nilai-nilai kemanusian sebagaimana yang telah dipraktikan ISIS beberapa tahun belakangan.
Melalui berbagai perhelatan di atas, NU dalam hal ini para ulamanya tidak hanya berusaha menjadikan Islam sebagai ajaran yang hanya beroreintasi akhirat belaka, melainkan menjadikan ajaran yang universal, menggerakkan jejaring ulama internasional, serta berusaha mengerem laju radikalisme berbaju agama. Lebih dari itu, para individu NU maupun secara organisatoris bergerak dinamis mewujudkan perdamaian dunia.