Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Suara Santri · 30 Jul 2023 20:18 WIB ·

Pesantren, Resiliensi Kitab Kuning dan Kurikulum Pemerintah


 Pesantren, Resiliensi Kitab Kuning dan Kurikulum Pemerintah Perbesar

Oleh : Abdul Warits*

Pesantren merupakan institusi khas Indonesia. Pesantren hanya ada di Negara Indonesia. Dalam perkembangannya, pesantren senantiasa beradaptasi dengan perkembangan zaman yang semakin berlari. Dalam aspek tata kelola, kurikulum, manajemen, pembangunan dan lainnya pesantren tetap kokoh menjadi lembaga pendidikan Islam yang revolusioner menjangkau segala kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.

Pergulatan pesantren dengan Undang-Undang negara, intervensi kurikulum pemerintah terhadap pesantren, dunia politik, dan aspek-aspek lainnya seperti pembelajaran kitab kuning menjadi pembahasan sentral di dalam buku  Iksan K. Sahri  ini. Buku ini merupakan disertasinya yang ditulis  dengan proses panjang. Ditulis di Indonesia dan Australia dengan melibatkan teman sejawatnya dari berbagai disiplin keilmuan sosial.

Iksan K. Sahri  mengamati di tiga pesantren tradisional besar (salafiyah) yang ada di Jawa Timur. Pertama, Pesantren Bata-Bata Pamekasan Madura. Kedua, Pesantren Kedingding Lor Surabaya, dan Pesantren Langitan Tuban. Dalam memilih ketiga objek ini penulis harus memetakan beberapa kriteria pesantren tradisional dan bahkan harus melakukan petualangan di beberapa pesantren Jakarta, Jawa dan Madura. Salah satu alasan mendasar terhadap pemilihan dari ketiga pesantren tersebut karena memiliki tiga karakter geografis tertentu yaitu mewakili rural, suburban dan urban (hal. 75).

Buku ini berhasil membongkar konflik ketegangan pemerintah sejak masa lalu dengan pesantren dalam tata kebijakannya dan undang-undang (UU) yang telah berhasil dirumuskan selama ini. Iksan K. Sahri membagi empat tahap penting yang memengaruhi perkembangan pendidikan pesantren secara keseluruhan. Pertama, masa awal kemerdekaan sampai pada 1950-an. Kedua, pada masa orde baru di 1970-an. Ketiga, di era sistem pendidikan nasional 1989. Keempat, pasca-Sisdiknas 2003 (hal. 50)

Isu pembaruan pendidikan Islam nasional dalam sistem kelembagaan, kurikulum, manajerial, perubahan relasi pesantren dengan negara dalam dinamika pendidikannya diulas secara detail di dalam buku ini. Respon kelembagaan pesantren terhadap regulasi pemerintah yang diterapkan di tiga pesantren yang diteliti di dalam buku ini menjadi menarik untuk diungkap kepada pembaca. Salah satu yang diulas di dalam buku ini tentang respon terhadap pembelajaran kitab kuning dari klasik hingga modern.

Kitab kuning menjadi ciri khas pesantren apalagi eksistensinya di tradisional Indonesia. Kitab kuning merupakan marwah bagi pesantren tradisional. Walaupun dalam perkembangannya, pengetahuan baca kitab kuning di pesantren mengalami degradasi. Degradasi ini dapat dilacak dari keputusan beberapa gagasan yang dilakukan oleh Munawir Syadzali, Menteri agama dengan mendirikan MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus). Hal ini dimaksudkan agar madrasah kembali ke dalam khittahnya sebagai lembaga pendidikan yang mencetak lulusan yang tafaqquh fi al-din hingga kemudian bermetamorfosis menjadi MAPK (Madrasah Aliyah Program Keagamaan) (hal. 59)

Keterlibatan pemerintah dalam kurikulum pesantren direspon dengan penuh antusiasme dengan tipologi respon muatan kurikulum pendidikan yang berbeda-beda. Maka tidak salah mengatakan sejak masa pemerintahan kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan, pemerintah yang mengadopsi sistem pendidikan masa kolonial kesulitan merumuskan kurikulum pesantren dalam narasi kurikulum modern. Perbedaan cara pandang itu tampak pada perbedaan penilaian masa waktu belajar, evaluasi belajar dan konten kurikulum. (hal. 62)

Di tengah dilema problematika relasi pesantren dan negara, pesantren justru hadir menjadi lembaga pendidikan yang luwes dengan beragam strategi dan pandangan revolusioner. Format kurikulum pesantren yang multikultur menjadi kekayaan bagi negara Indonesia sebagai lembaga pendidikan Islam yang sangat khas dapat memberikan kontribusi bagi generasi bangsa. Dari ketiga model pesantren yang dipaparkan di dalam buku ini menjadi bukti bahwa pesantren tradisional dengan program akselerasi dan matrikulasi pun dapat memberikan nuansa baru dalam pembelajaran dan kurikulum di negara Indonesia.

Judul               : Pesantren, Kiai dan Kitab Kuning

Penulis           : Iksan K. Sahri

Penerbit         : Cantrik Pustaka

Cetakan          : Juli, 2021

Tebal              : 295 halaman

ISBN               : 978-602-070-8-997

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Jejak Keagungan dan Kebijaksanaan Wanita yang Diabadikan Kitab Suci

5 Oktober 2024 - 06:32 WIB

Pesantren Menghadapi Pilkada dan Politik: Antara Netralitas dan Partisipasi

30 September 2024 - 05:29 WIB

Peran Guru Ngaji di Madura

29 September 2024 - 23:30 WIB

Santri dan Demokrasi: Peran Pesantren dalam Membangun Bangsa

29 September 2024 - 23:03 WIB

Ciri Khas Pesantren Madura: Menggali Tradisi, Pendidikan, dan Nilai Lokal

29 September 2024 - 21:10 WIB

Ekologi Pesantren: Mengintegrasikan Kehidupan Spiritual dan Lingkungan

29 September 2024 - 20:36 WIB

Trending di Suara Santri