Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Bagaimana Perempuan Haid Dapat Pahala di Bulan Ramadan? Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Suara Santri · 6 Jul 2023 08:52 WIB ·

Tafsir Ulang Pancasila di Ruang Digital


 Tafsir Ulang Pancasila di Ruang Digital Perbesar

Oleh: Abd. Warits

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang sampai saat ini tetap bertahan dengan hukum yang berlaku bagi warga negaranya. Bertahannya Pancasila hingga saat ini tentu tidak lepas dari perjuangan beberapa tokoh yang telah merumuskan lima dasar tersebut sebaik mungkin, sehingga, pancasila bisa diterima oleh semua kalangan masyarakat yang ada di Indonesia.

Segala sila yang ada di dalam pancasila mencakup berbagai kalangan, bukan hanya kekhususan kepada kelompok tertentu. Akan tetapi, ia bersifat merata, tidak ada yang dimarginalkan dalam peraturan yang ditetapkan di dalamnya. Jika bisa diibaratkan pancasila sama dengan Al-Quran yang diterima oleh seluruh umat. Salah satu sampel yang bisa kita temui, ketika dahulu sila yang pertama, condong kepada umat Islam saja. Redaksi “ketuhanan yang maha esa” merupakan sila pertama dalam pancasila yang diubah dari redaksi sebelumnya “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”  dari yang khas (khusus) kepada yang bersifat ‘Am (umum). 

Hal itu dilakukan, demi terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, lebih-lebih kepada terciptanya persatuan Indonesia, karena agama yang mendiami negara Indonesia tidak hanya agama Islam saja melainkan ada enam agama lagi yang diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Oleh sebab itu, patut kiranya kita mengetahui bagaimana asal mula terciptanya Pancasila dan menafsirkan atau mendakwahkan nilai-nilai pancasila di ruang-ruang digital sehingga nasionalisme masyarakat semakin membumi. Warga negara yang baik bukanlah mereka yang menghilangkan sejarah kepahlawanan dan perjuangan akan tetapi bagaimana mereka yang bisa menghargai jasa pahlawannya.    

Asal Mula Pancasila Sebagai Dasar Negara

Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam pancasila yaitu : ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara. Proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke- IV, ke V, kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra di Palembang. Kemudian, kerajaan Air Langga dan Majapahit di Jawa timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.[1]

Dasar negara adalah dasar untuk mengatur penyelenggaraan ketata kenegaraan suatu negara dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Dasar negara juga merupakan perwujudan dan keinginan rakyatnya. Dasar negara adalah fundamen yang kokoh dan kuat serta bersumber dari pandangan hidup atau falsafah (cerminan dari peradaban, kebudayaan, keluhuran budi dan kepribadian yang tumbuh dalam sejarah perkembangan suatu bangsa) yang diterima oleh seluruh masyarakat.[2]

Adapun beberapa bukti kongkrit bahwa kerajaan yang berada di Indonesia berpengaruh dalam pembentukan pancasila adalah sebagai berikut :

  1. Kerajaan Sriwijaya yang mengandalkan kekuatan lautnya (maritim) dalam sistem pemerintahannya menggunakan sistem pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunann gedung-gedung dan patung-patung suci, sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sitem pemeritahannya tidak dapat dilepaskan dengan nilai ketuhanan (Suwarno, 1993,19). Demikian juga, cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaann Sriwijaya tersebut berbunyi “Marvuat vanua criwijaya sindhahayatra subhiksa” (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur) (Sulaiman, tanpa tahun: 53)
  2. Raja Air langga membuat bangunan keagamaan dan asrama karena raja Air Langga memang mempunyai sikap toleransi dalam beragama. Demikian pula, Pada tahun 1019, ketika Air langga mengalami penggemblengan lahir batin di hutan. Para pengikutnya, rakyat, dan para brahmana bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Air Langga untuk menjadi raja, meneruskan tradisi lama, sebagai nilai-nilai sila keempat pancasila. Raja Air Langga juga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima (Toyibin, 1997: 28, 29)
  3. Pada masa kerajaan Majapahit, Empu Prapanca menulis negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu “ Bhinneka tunggal ika” yang bunyi lengkapnya “Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrua” artinya walaupun berbeda namun tetap satu jua adanya. Demikian juga, sumpah Palapa yang diucapkan oleh maha patih Gadjah Mada dalam sidang ratu dan mentri-mentri di Paseban keprabuan majapahit pada tahun 1331 yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara sebagai berikut “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa jikalau seluruh nusantara bertakluk dibawah kekuasaaan negara, jikalaupun Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan (Yamin,1960: 60)   

Peran beberapa tokoh memang telah nampak dalam perjuangan bangsa Indonesia, di antaranya panitia sembilan yang terdiri dari: Ir. Sukarno, Kiai Wachid Hasyim, Mr. Muh. Yamin, Mr. Maramis, Drs. Moh. Hatta, Mr. Subarjo, kyai Abdul Kahar moezakir, Abikoesno tjokrosoejoso, H. Agus Salim, berhasil memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Tak kalah penting untuk diperhatikan para tokoh yang menjadi sentral utama dalam mengusulkan dasar negara Indonesia seperti Muh. Yamin, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Sukarno. Pidato dan dasar yang diusulkan oleh  Ir. Sukarno itulah yang diterbitkan dan dipublikasikan dengan judul “Lahirnya Pancasila”. Pancasila berarti lima dasar. Hal ini  menurut Ir. Sukarno sesuai dengan saran seorang teman ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya, sehingga dahulu pernah populer bahwa tanggal 1 juni menjadi hari lahirnya pancasila.

Para pendiri negara Indonesia sependapat untuk tidak menjiplak dasar bangsa lain. Mereka semua sependapat hendak menggali dari kebudayaan sendiri. Artinya, pandangan hidup bangsa Indonesia berada dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Lebih dari itu, pancasila meruapakan pola kehidupan serta bentuk masyarakat yang dicita-citakan. Ideologi pancasila bukan merupakan gabungan antara liberalisme, dan komunisme atau sosialisme, namun merupakan ideologi yang bersumber dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Prinsip ideologi Pancasila adalah terwujudnya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antar kepentingan pribadi dengan kepentingan bangsa dan negara. [3] 

Potret Pancasila di Ruang Digital

Pada hakikatnya, dasar negara merupakan falsafah negara. Falsafah negara berkududukan sebgai sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu, falsafah negara atau dasar negara menjadi sikap hidup, pandangan hidup bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Sebagai pandangan hidup, Pancasila merupakan kristalisasi pengalaman-pengalaman hidup dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang telah membentuk sikap, watak, prilaku, tata nilai, moral etika, yang melahirkan pandangan hidup.

Pancasila sebagai petunjuk hidup bangsa Indonesia yang memberi arah bagi bangsa Indonesia dalam semua kegiatan dan aktivitas hidup di segala bidang kehidupan, dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk berbagai bidang kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[4] Oleh sebab itu, tafsir dari pancasila terhadap implementasinya di ruang digital menjadi penting digerakkkan ke dalam konten-konten yang mendukup profil pancasila pemuda, anak-anak dan masyarakat Indonesia. Salah satunya bisa diisi melalui platform media sosial seperti Youtube, tiktok dan berbagai platform media lainnya yang mencerminkan impelementasi pancasila. 

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia sebelum disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala (ketika beberapa kerajaan berkuasa di Indonesia) artinya, sebelum Indonesia mendirikan negara, yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai kehidupan sehari-hari. Ketika gerakan 30 September 1965 (G 30 S PKI) mengacaukan ideologi bangsa Indonesia (Pancasila) dan dasar filsafat negara Pancasila dengan berupaya menggantinya secara paksa, maka, berkat lindungan Allah yang maha kuasa dan Peran tokoh perjuangan Indonesia dalam memperjuangkan Pancasila menjadi sangat urgen.Terbukti, bangsa Indonesia tidak goyah walaupun akan diganti dengan ideologi komunis Markis. Hal ini dikarenakan Pancasila sudah menjelma pandangan hidup bangsa serta sebagai jiwa bangsa. Atas dasar peristiwa tersebut, maka pada tanggal 1 Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai “Hari kesaktian pnacasila” demi menghargai jasa para pejuang dalam mempertahankan ideologi pancasila.

Untuk semakin mengokohkan ideologi dan pandangan masyarakat terhadap pnacasila, ada pesan-pesan yang musti disampaikan dalam rangka menjadikan pancasila tetap utuh hingga akhir zaman. Pesan moral dari implementasi tersebut bisa dilakukan melalui gerakan digital hari ini dari berbagai sisinya.  

Sebagai warga negara yang baik, kita senantiasa harus bisa mengamalkan segala yang ada dalam pancasila (lima dasar) sebab dengan mengamalkan dan mematuhi apa yang ada dalam Pancasila merupakan penghargaan yang tidak ternilai harganya terhadap para pahlawan yang mendahului kita apalagi pancasila memang tercermin dari kehidupan masyarakat dalam berbangsa, dan bernegara.


[1] Prof. Dr. Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila,(Yogyakarta, Paradigma, 2010) hal. 23.

[2] Sunardi HS, Bambang Tri P, Pendidikan Kewarnegaraan, (Jawa tengah,Tiga serangkai, 2015) hal.3

[3] Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd, M.Si, Pendidikan kewarnegaraan, Yudhistira, (Jakarta, 2015) hal.6

[4] Sunardi HS, Bambang Tri P, Pendidikan kewarnegaraan, (Jawa tengah,Tiga serangkai, 2015) hal.13

Artikel ini telah dibaca 30 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Santri dan Maulid Nabi

16 September 2024 - 11:22 WIB

Mengenal Tradisi Endog Endogan dalam Peringatan Maulid Nabi di Banyuwangi

15 September 2024 - 06:11 WIB

Asal Muasal Perayaan Maulid Nabi, Dirayakan Seorang Sultan

15 September 2024 - 06:07 WIB

Tiga Sikap dan Karakter Kiai Indonesia yang Perlu Diketahui

30 Agustus 2024 - 22:31 WIB

Esensi Makna Kiai

30 Agustus 2024 - 22:20 WIB

Anak Muda dalam Membangun Kehidupan yang Toleran: Studi Kasus di Madura

30 Agustus 2024 - 20:51 WIB

Trending di Suara Santri