Oleh : Aliya
Dewasa ini, istilah quarter life crisis semakin banyak digunakan. Mengutip dari Alodokter platform khusus dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Quarter life crisis atau krisis seperempat abad adalah periode saat seseorang berusia 18–30 tahun merasa tidak memiliki arah, khawatir, bingung, dan galau akan ketidakpastian kehidupannya di masa mendatang. Umumnya, kekhawatiran ini meliputi masalah relasi, percintaan, karier, dan kehidupan sosial.
Gejala umum biasanya ditandai dengan seringnya merasa bingung mengenai masa depannya, merasa terjebak dalam situasi yang tidak disukai, sulit membuat keputusan, merasa kurang motivasi dalam menjalani aktivitas sehari-hari, merasa sulit menentukan apakah harus menjalani hidup sesuai dengan keinginan diri sendiri atau sesuai dengan tuntutan keluarga dan masyarakat, sering khawatir akan tertinggal dalam ketidakpastian hidup seorang diri, bahkan merasa iri dengan teman sebaya yang sudah lebih dulu mencapai impiannya.
Dalam berbagai kasus, gejala ini terjadi sebab mudahnya akses informasi yang diterima oleh remaja dan sedikitnya ruang privasi sejak berlakunya digitalisasi kehidupan. Maraknya informasi yang simpang-siur dalam masa transisi membuat remaja yang masih tahap pencarian jati diri semakin bingung akan di konsep kemana arah hidupnya.
Dualisme kausalitas
Setiap hal tentu memiliki dua dampak, baik positif ataupun negatif. Quarter life Crisis terjadi karena dipicu oleh kegelisahan individu tentang hidupnya, dimulai dari pertanyaan yang di ulang-ulang pada dirinya sendiri, seperti; Apa yang akan aku lakukan dengan hidupku? Apakah aku akan seperti ini sepanjang sisa hidupku nantinya?
Apa yang harus aku lakukan agar bisa setara dengan teman-teman yang lain?
Serta perasaan lainnya yang membuat tidak puas dalam hidup namun merasa terjebak dan tidak yakin akan menemukan jalan keluar.
Kegelisahan tersebut bagi sebagian remaja di jadikan landasan semangat untuk bergerak keluar dari zona nyaman, melakukan hal-hal yang produktif, berekreasi, dan menyalurkan potensi untuk menepis keterbatasan dirinya dari kungkungan kekhawatiran masa depan. Sedangkan sebagiannya lagi justru membawa kegelisahan tersebut ke kondisi tidak memiliki gairah masa depan dan cenderung ikut arus.
Kondisi yang demikian merupakan keniscayaan dari melesatnya peradaban. Dalam rentang umur 18-30 tahun kondisi ini adalah sesuatu yang normal terjadi, namun akan menjadi stagnasi pada perkembangan jika dihadapi dengan cara yang kedua yaitu cenderung ikut arus.
Maka dari itu pribadi yang baik akan terbentuk dari pola hidup yang baik pula, sebab lingkungan tempat berinteraksi dan asupan nutrisi pengetahuan sangat berpengaruh bagi penguatan karakter individu.
*Mahasiswi IST Annuqayah dan Kordinator Setara Perempuan.