Menyambut tahun politik di tahun 2024 mendatang, maka perlunya untuk memahami bagaimana konsep politik di dalam Islam (siyāsah syar’iyyah). Ini dimaksudkan agar politik di dalam agama Islam, benar-benar dapat dipahami dan diterapkan secara baik di dalam pemerintahan. Di bawah ini, akan dipaparkan bagaimana Islam dalam memandang politik.
Imam Syafi’i mengungkapkan dalam salah satu statemennya perihal konsep siyāsah syar’iyyah (Politik Islam):
لَا سِيَاسَةَ إِلَّا مَا وَافَقَ الشَّرْعَ
“Tidak ada politik kecuali apa yang sesuai dengan syariat”.
Dari ungkapan tersebut, Ibn al-Qayyim meresponnya dengan ungkapan: “Jika yang dimaksudkan adalah sistem politik tidak bertolakbelakang dengan nilai-nilai universal (maqāṣid asy- syari’ah), maka itu benar. Akan tetapi, jika ungkapan tersebut diartikan, tidak ada politik kecuali sesuai dengan syariat secara tekstual, maka hal tersebut adalah sebuah kekeliruan”.
Artinya, kesesuaian sistem politik dengan syariat tidak berarti sistem politik harus dijiplakkan secara persis dengan teks-teks agama atau sistem-sistem politik Islam konvensional. Melainkan terbuka untuk diijtihadi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan sistem-sistem politik modern, sepanjang memberikan jaminan kemaslahatan duniawi dan ukhrawi yang menjadi spirit agung (maqāṣid asy-syari’ah) dari politik Islam itu sendiri.
Dalam sebagian pernyataannya, Ibn al-Qayyim menegaskan:
“Ketika keadilan sudah bisa dirasakan oleh masyarakat, maka di situlah syariat dan agama Allah. Sistem apapun yang telahmemberikan jaminan keadilan, maka hal itu tidak bertentangan dengan agama”.
Pernyataan Ibn al-Qayyim di atas sekaligus menegaskan bahwa yang paling fundamental dalam politik Islam adalah mengupayakan terciptanya kemaslahatan sosial atau dalam istilah Ibn al-Qayyim disebut keadilan. Pemahaman ini selaras dengan kaidah fikih yang menjadi spirit dari setiap kebijakan politik Islam, yaitu:
جَلْبُ الْمَصَالِحِ وَدَرْءُ الْمَفَاسِدِ
“Menciptakan kemaslahatan dan menghindari kerusakan.”
Dan kaidah:
تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطُ بِالْمَصْلَحَةِ
“Kebijakan pemerintah kepada rakyatnya harus berorientasi pada kemaslahatan.”
Dari uraian di atas, bisa dirumuskan bahwa definisi politik Islam (as-siyasah al-islamiyyah) yang paling komprehensif adalah segala sistem atau strategi yang bisa menjamin kemaslahatan dan keadilan sosial serta menjauhkan masyarakat dari kerusakan, sekalipun tidak tertulis dalam teks-teks agama (al-Quran dan Hadis). Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibn ‘Aqīl al-Hanbalī:
السَّيَاسَةُ مَا كَانَ فِعْلًا يَكُوْنُ مَعَهُ النَّاسُ أَقْرَبَ إِلَى الصَّلَاحِ وَأَبْعَدَ عَنْ الْفَسَادِ وَإِنْ لَمْ يَضَعُهُ الرَّسُولُ له وَلَا نَزَلَ بِهِ وَحْي
“Politik merupakan perbuatan yang mendekatkan manusia menuju kebaikan dan menjauhkan dari kerusakan. Walaupun hal tersebut tidak dijelaskan oleh Nabi dan tidak diturunkan berupa wahyu.”
Tema siyāsah (politik), dalam khazanah fikih klasik (turāṡ) merupakan salah satu genre dari bab mu’âmalah (interaksi sosial). Memahami teori politik Islam (as-siyāsah al-islāmiyyah) secara komprehensif sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya ketidakutuhan dalam memahami politik Islam yang sempit sehingga tercerabut dari spirit agung yang dicita-citakan Islam.
Baca juga: Kriteria Pemimpin Ideal
Dukung kami dengan follow instagram Duta Damai Santri Jawa Timur
Politik dalam Islam: Mengupayakan Keadilan