Penulis: Ahmad Falahuji
Allah SWT menciptakan manusia tidak sama atau berbeda-beda. Baik bahasa, warna kulit, budaya, ras bahkan agama. Akan tetapi perbedaan tersebut bukan berarti untuk saling merendahkan atau bahkan untuk saling membunuh antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi perbedaan tersebut agar saling mengenal dan menolong, juga saling melengkapi kekurangan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat bersinergi untuk membangun peradaban yang lebih maju.[1] Keadaan ini seperti yang tersirat dalam al-qur’an:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujarat: 13)
Sebab Turunnya Surat al-Hujurat ayat 13
Dalam ayat di atas, berdasarkan jalur periwayatan yang sering dikutip para Ahli Tafsir, kiranya ada dua sebab yang melandasi turunnya ayat ini.
Riwayat pertama mengatakan bahwa sebab ayat ini diturunkan adalah berkenaan dengan Bilal. Dikisahkan pada waktu Fath Mekah, Bilal naik ke atas Ka’bah, kemudian mengumandangkan adzan. Terdapat sebagian orang yang berkata: “Apakah hamba hitam ini yang adzan di depan Ka’bah?”
Perkataan itu pun disahuti oleh sebagian yang lain: “Jika Allah murka atau menolak akan hal ini, niscaya Allah akan merubahnya.”
Berawal dari kisah ini, ayat ini kemudian diturunkan, sekaligus Nabi memanggil semua orang seraya mengingatkan untuk tidak membanggakan keturunan, harta dan hendaklah perhatian kepada kaum fakir miskin. Kisah ini dinisbatkan kepada Abû Hâtim dari Ibn Abî Mulaikah.
Riwayat kedua sebagaimana yang dikatakan oleh Abû Bakar bin Abû Dâwûd dalam tafsirnya, bahwa ayat ini mengisahkan peristiwa Abu Hind. Di mana Rasulullah menginstruksikan Bani Bayyadah agar menikahkan salah-satu putri mereka dengan Abu Hind. Lalu mereka menimpali “Apakah kami akan menikahkan anak perempuan kami dengan bekas budak kami?” Dari peristiwa di atas kemudian turunlah ayat ini.[2]
Kesimpulan
Perlu diingat bahwa dari uraian di atas penting untuk menjaga keseimbangan dengan tidak merendahkan derajat orang lain. Karena hal tersebut akan menyebabkan beberapa masalah, di antaranya:
Pertama, terjadinya potensi diskriminasi di mana sikap rasialis atau etnis ini kemudian merugikan hubungan antarbudaya dan mengancam kerukunan sosial. Kedua, menyalahi aturan yang telah diciptakan oleh Allah. Seseorang harus dihargai bagaimana bentuk atau rupa, prestasi bahkan kualitas pribadinya. Dan yang ketiga adalah menekan kebebasan dan keberagaman individu. Padahal, semua orang memiliki hak yang sama.
Dalam konteks ini, penting untuk menghargai dan menghormati antar sesama tanpa mengabaikan hakikat bahwa setiap individu memiliki keunikan, kebebasan, dan kesempatan untuk membentuk identitas dan masa depan mereka sendiri. Memahami dan menghormati budaya dan keturunan kita sendiri juga harus disertai dengan apresiasi terhadap keragaman budaya dan penghormatan terhadap hak-hak dan martabat individu lainnya.
Baca juga: Mengapa Banyak Orang yang Berdo’a di Makam Para Ulama
Tonton juga: PRASANGKA | Short Film Of Grup Taks 2 Duta Damai Santri Jawa Timur.
[1] Syekh Ahmad Mushtofa al-Maroghi. Tafsir al-Maroghi.tt. Mathba’ah Mushtofa al-Babi. Mesir Juz. 26. Hal. 142
[2] Mirham Am, Refleksi Penciptaan Manusia Berbangsa-Bangsa Dan Bersuku-Suku (Telaah Surah Al-Hujurât Ayat 13), jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Vol 3, No. 1, 2015, 3.
Menghormati Antar Sesama: Setiap Individu Memiliki Kesempatan yang Sama
Menghormati Antar Sesama: Setiap Individu Memiliki Kesempatan yang Sama