Menu

Mode Gelap
Santri: Bukan Hanya Cadangan Pesantren, Tetapi Juga Cadangan Pemerintah Cyberbullying: Ancaman Tersembunyi Di Era Digital Mengenal Peran Duta Damai Santri Jawa Timur Blokagung Bersholawat Berhasil Kobarkan Semangat Para Santri

Kontra Narasi · 20 Jan 2024 20:32 WIB ·

Calon Pemimpin Negara Harus Belajar Epos Nusantara


 Calon Pemimpin Negara Harus Belajar Epos Nusantara Perbesar

Oleh : Abdul Warits*

Setidaknya Saya  tidak akan banyak menceritakan tentang bagaimana cerita Rama dan Dewi Shinta, tentunya sebagian dari kalian sudah tahu bagaimana cerita tersebut. Akan tetapi, Saya dalam tulisan ini akan mengajak kalian untuk sedikit  mengambil kearifan, sebuah pelajaran (ibrah) yang barangkali—jarang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Baiklah, biar kalian tidak salah paham, atau mengerti terhadap apa yang Saya  sampaikan. Maka, Saya  akan sedikit menceritakan bagaimana asal –usul cerita Rama dan Dewi Shinta tersebut. Ceritanya begini :

Sebutlah tokoh dalam kisah ini adalah Dasarata (Ayah sang Rama), mempunyai tiga orang istri (Kausalya, Kaikeyi dan Sumitra). Dari permaisuri yang pertama lahirlah sang Rama, permaisuri yang kedua melahirkan sang Bharata, sedangkan dari permaisuri yang terakhir, Dewi  Sumitra, terlahir putra kembar yang bernama Laksamana dan Satrughna.

Suatu ketika  ayah sang Rama yang sudah tua ingin menyerahkan kerajaan Kosala kepada Rama. Akan tetapi, Dewi Kekayi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta tersebut adalah anaknya, Bharata. Dan Rama pun dibuang selama 15 tahun. Namun, dengan lapang dada, Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka. Kepergian itu diikuti oleh Shinta dan Laksamana.

Dalam perjalanan ke tengah hutan tersebut. Ternyata ada salah satu raksasa yang bernama Rahwana yang ingin mengincar Dewi Shinta untuk di jadikan istri. Dengan siasatnya, Rahwana mengubah salah satu muridnya yang bernama Marica untuk menjadi seekor kijang kencana. Lalu, Dewi Shinta pun menginginkan sekali pada kijang tersebut.

Demi istri tercintanya, Sang Rama segera memburu kijang tersebut untuk dipersembahkan padanya. Tinggallah Shinta dan Laksamana.  Karena Rama lama tidak kembali, maka kemudian Laksamana menyusul Rama. Dan sebelum ia menyusul Rama, ia sudah memberikan kekuatan perlindungan kepada Dewi Shinta berupa lingkaran Magis—yang mana—jika Dewi Shinta keluar dari lingkaran tersebut maka ia akan terancam nyawanya. Sehingga, Dewi Shinta pun tunduk pada perintah Laksamana. Akan tetapi, Raksasa Rahwana yang mengincarnya juga tak kalah cerdik, ia menyamar sebagai seorang Brahmana tua yang bertujuan mengambil hati Dewi Shinta untuk bersedekah. Ternyata, siasat itu berhasil mengetuk hati Dewi Shinta untuk mengulurkan tangan.

Pada saat itu juga, Sang raksasa Rahwana pun menarik tangan dewi Shinta keluar dari lingkaran tersebut. Dan dibawalah Dewi Shinta ke negeri Alengka. Di tengah perjalanan menuju negeri Alengka, ternyata ada seekor burung Garuda beranama Jatayu yang ingin menyelamatkan Dewi Shinta sebab Jatayu tahu bahwa Dewi Shinta adalah putri dari Prabu Janaka sedangkan jatayu adalah salah satu teman Dewi Shinta. Bersamaan dengan itu, Laksamana pun menemukan Rama dan kembali pada tempat semula dimana Dewi Shinta ditinggal sendirian. Akan tetapi, betapa terkejutnya mereka : Dewi Shinta tidak ditemukan.

Mereka  pun mencari Dewi shinta dan di tengah jalan mereka mendapatkan Jatayu yang sedang terluka. Rama sempat mencurigai bila jatayulah yang menculik Shinta. Rama emosi, ia bergerak hendak membunuh Jatayu. Tapi, tindakan itu berhasil dicegah Laksamana. Dan Jatayu menceritakan bahwa Dewi Shinta diculik oleh Rahwana.

Akhirnya Rama pun bergerak ingin menyerbu kerajaan Rahwana dengan bantuan raja Kiskenda, Sugriwa. Dan mereka pun bersatu menyerbu kerajaan Rahwana, Alengka dibantu Hanuman dan beserta ribuan pasukan Wanara (kera).

Dewi Shinta dikurung dalam sebuah taman, yaitu taman Argasoka. Di taman Argasoka, Shinta ditemani oleh Trijata, kemenakan Rahwana. Trijata juga bersedia membujuk Dewi Shinta untuk bersedia menjadi istri Rahwana. Namun, Dewi Shinta menolaknya. Sampai Rahwana pun habis kesabaran dan berniat membunuh Dewi Shinta namun Trijata mencegahnya.

Dan sampailah pasukan Rama di kerajaan Alengka. Dengan kegigihannya akhirnya kerajaan Alengka dapat ditaklukan oleh Rama. Sehingga dengan leluasa Rama masuk ke dalam kerajaan tersebut dan menemui Dewi Shinta. Di temani, Hanuman, Rama masuk menuju taman Argasoka menemui Dewi Shinta. Namun, Rama menolak dan menganggap Dewi Shinta tidak suci lagi selama berada di kerajaan Alengka.

Maka, Rama meminta bukti kesucian Dewi Shinta dengan melakukan Pati Obong (bakar diri). Namun, tersebab kesucian Dewi Shinta dan pertolongan Dewa api, Shinta dapat selamat dari kobaran api tersebut. Selamatnya Dewi shinta menunjukkan bahwa istri Rama tersebut masih benar-benar suci. Akhirnya, Rama menerima kembali istrinya dengan perasaan haru bercampur bahagia.

Itulah sekelumit cerita tentang perjuangan Rama dalam mendapatkan istrinya, Dewi Shinta Kembali ke pangkuannya. Dalam cerita ini ada satu epos yang menjadi pelajaran dan falsafah, khususnya di tanah Jawa. Yaitu ajaran yang dikenal dengan sebutan Astabrata (asta yang berarti delapan dan Brata yang berati laku atau ajaran). Secara singkat, Astabrata berujar tentang ajaran bagaimana seharusnya memerintah suatu negara atau kerajaan. Ajaran itu dapat juga dilihat dalam “Diaroma” gambar wayang di Museum Purnabakti TMII (Taman Mini Indonesia Indah). Berikut beberapa ajaran tersebut :

Bumi, artinya  sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku, bagi orang Jawa. Bumi adalah wadah untuk apa saja. baik ataupun buruk, yang diolahnya agak bisa berguna bagi kehidupan manusia. Air: artinya jujur, bersih, berwibawa, obat dahaga, lahir maupun dahaga akan ilmu pengetahuan serta kesejahteraan.

Api artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan, serta penghukum yang adil dan tegas. Angin; artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun. Bisa sangat lembut, bersahaja, dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas dan selalu meladeni alam.

Surya artinya pemberi panas, pengatur waktu, serta penerang dan sebagai energi, sehingga tidak mungkin ada Kehidupan tanpa adanya surya atau matahari. Rembulan;  memiliki makna pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan berwibawa, tapi juga cenderung mencekam dan seram : tidak mengancam tapi disegani.

Lintang; berarti pemberi harapan baik kepada rakyatnya hingga setinggi bintang di langit, tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri serta mengakui kelebihan-kelebihan orang lain. Mendung; artinya pemberi perlindungan dan payung, tidak berpandangan sempit, banyak pengetahuan tentanh hidup dan kehidupan, tidak mudah menerima laporan asal membuat senang. Dan suka memberi hadiah bagi yang berprestasi serta menghukum dengan adil bagi pelanggar hukum.

*Dikutip dari sebuah buku “ Kitab Epos Nusantara” cetakan pertama, April 2015.

Artikel ini telah dibaca 28 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Politik Damai: Jalan Menuju Kehidupan yang Harmonis

21 November 2024 - 08:56 WIB

Politik dan Kemanusiaan dalam Pilkada Serentak

19 November 2024 - 11:09 WIB

Membangun Kehidupan Berbangsa Melalui Toleransi dan Keadilan

30 Oktober 2024 - 06:13 WIB

Radikalisme dan Upaya Pembentukan Desa Siaga sebagai Benteng Keamanan Nasional

30 Oktober 2024 - 05:55 WIB

Menilik Sejarah Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

26 Oktober 2024 - 05:18 WIB

Radikalisme dan Tantangan yang Dihadapi Negara

26 Oktober 2024 - 05:06 WIB

Trending di Kontra Narasi