Umat Muslim pada masa Rasulullah SAW, menjadi umat yang satu. Tidak ada perbedaan akidah dan perilaku ibadah yang sampai menimbulkan perpecahan. Setelah Nabi Muhammad wafat, pemerintahan kemudian digantikan dengan sistem Khilafah Nubuwah yang diduduki oleh Abu Bakar sebagai pemimpinnya. Umar bin Khattab dengan segala keutamaannya, menggantikan posisi Abu Bakar setelah kewafatannya. Pada masa ini, belum ada perbedaan yang mencolok kecuali perbedaan sedikit yang dianggap sebagai ketidakadaan perselisihan.
Perbedaan mulai muncul pada saat pemerintahan dipimpin oleh Ustman bin Affan, ditambah lagi dengan terjadinya aksi pembunuhan terhadap Ustman yang menimbulkan malapetaka luar biasa di kemudian hari.
Untuk mengisi ruang kosong kekhalifahan, Ali bin Abi Thalib terpilih dengan dukungan mayoritas umat Muslim untuk menggantikan kekhalifahan tersebut.
Puncak dari akar perpecahan umat Islam adalah ketika terjadinya konflik pada saat Ali menjadi khalifah dengan Mu’awiyyah yang meminta orang yang membunuh Ustman untuk diadili. Pada saat itu, perang antara kelompok Mu’awiyyah dan Ali pun terjadi. Sebagaimana yang didokumentasikan dalam sejarah, perang ini disebut dengan Perang Shiffin.
Baca juga: Benih-benih Radikal di Masa Rasulullah
Setelah Perang Shiffin terjadi, kurang lebih selama delapan bulan, Mu’awiyyah dan Ali sepakat untuk mengirimkan juru hukum. Di mana dari Mu’awiyyah mengirimkan ‘Amr bin Ash, sedang dari pihak Ali mengirimkan Abu Musa al-‘Asy’ari sebagai juru hukum untuk melaksanakan tahkim. Peristiwa ini dilaksanakan di perkampungan Daumat al-Jandal. Sebuah desa yang berada di tengah-tengah antara Makkah, Kuffah dan Syam.[1]
Perbedaan pendapat dan keinginan yang bermacam-macam dari setiap orang, membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Pada saat peristiwa tahkim terjadi, kelompok yang tidak setuju dengan adanya peristiwa tahkim dari kelompoknya Ali, memisahkan diri dari kubu Ali, kelompok ini disebut sebagai Khawarij.[2] Sedangkan kelompok yang fanatik dan dan mencintai Ali disebut dengan Syiah. Dari kedua akar kelompok ini yang pada masa-masa setelahnya, memunculkan kelompok-kelompok lain.[3]
Di antara kelompok-kelompok yang terpecah itu, terdapat kelompok yang memiliki nuansa keras, yang seringkali membenarkan pendapatnya, dan tidak meyetujui perbedaan dan kebenaran yang diungkapkan oleh orang yang di luar komunitasnya tersebut.
Tonton juga: PRASANGKA | Short Film Of Grup Taks 2 Duta Damai Santri Jawa Timur.
[1] Al-Mutohhar bin Thahir al-Maqdisi, Al-bad’u wa at-Tarikh (Bûr Sa’id: maktabah ats-Tsaqofah ad-Diniyyah, th), V/227.
وكان ذلك بعد صفين بثمانية أشهر واجتمع أبو موسى الأشعري وعمرو بن العاص للتحكيم بموضع يقال له دومة الجندل بين مكة والكوفة والشام وأحضروا جماعة من الصحابة والتابعين منهم عبد الله بن عمرو وعبد الرحمن بن الأسود بن عبد يغوث والمسور بن مخرمة في صلحاء أهل المدينة وبعث علي ابن عباس من الكوفة في جماعة
[2] Al-Mutohhar bin Thahir al-Maqdisi, Al-bad’u wa at-Tarikh (Bûr Sa’id: maktabah ats-Tsaqofah ad-Diniyyah, th), V/221.
ذكر خروج الخوارج على علي كرم الله وجهه
وأمر علي بالرحيل من صفين فما ارتحلوا حتى فشا فيهم التحكيم ورحل معاوية إلى الشام وقد أصاب ما أراد من إيقاع الخلاف والفرقة بين أصحاب على عم فلما دخل علي الكوفة اعتزله اثنا عشر ألفاً من القراء وزالوا براياتهم حتى نزلوا حروراء وهي قرية من السواد
[3] Abdu Syakur as-Senori, Kawakib al-Lama’ah fi Tahqiq al-Musamma bi Ahli Sunnah wa al-Jama’ah (tk. _____, th.), 5.
Awal Munculnya Kelompok Radikal dalam Sejarah Umat Islam
Awal Munculnya Kelompok Radikal dalam Sejarah Umat Islam