Oleh : Moh. Faiq
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga pemerintahan yang konsisten dalam merawat kebhinekaan akan terus melakukan kampanye-kampanye perdamaian. Mengingat, fungsi dan tugas pokoknya adalah hal yang sangat diperlukan untuk menjaga persatuan. Maka dihari Jumat kemarin (10/3/2023), menggelar acara “Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ektremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) Awards 2023” di Golden Ballroom Hotel Sultan Jakarta.
Pada kegiatan tersebut terdapat penganugerahan penghargaan kepada pemangku kepentingan yang telah berkontribusi mencegah penyebaran ekstrimisme kekerasan. Terdapat sekitar 400 orang peserta yang hadir dalam kegiatan ini, termasuk perwakilan dari Duta Besar (Dubes) Arab Saudi.
Namun cukup disayangkan, diantara ratusan peserta terdapat organisasi yang diduga berafiliasi dengan paham-paham Islam Wahabi yakni, organisasi Asosiasi Radio Televisi Islam Indonesia (ARTVISI). Dalam kesempatan ini, mereka bertemu langsung dengan Kepala BNPT RI, Bapak Boy Rafli Amar, bahkan Bapak Kepala akan bersedia bekerjasama dengan mereka.
Pada kesempatan ini, izinkan saya, menulis catatan singkat terkait rencana kerjasama yang akan dilakukan oleh BNPT RI dengan ARTVISI. Posisi saya bukan bermaksud untuk menyalahkan ataupun menggurui, melainkan sebatas ingin menyampaikan kerisauan anak didiknya terkait apa yang akan dilakukan oleh ayah kandungnya. Mengingat, saya sebagai salah satu anggota di Duta Damai Santri Jawa Timur yang merupakan organisasi binaan BNPT yang bertujuan untuk ikut serta membantu upaya-upaya BNPT dalam menyampaikan pesan-pesan perdamaian dan merawat persatuan.
ARTIVI sebagai organisasi yang memiliki banyak program di dunia maya, salah satunya Rodja TV yang kerap kali menampilkan pengajian-pengajian dari paham-paham Islam Wahabi. Seperti Yazid Abdul Qodir Jawas yang merupakan salah satu orang penyebar Islam Wahabi di Indonesia. Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta, Taufiq Damas, menurutnya, “Yazid ini orang Wahabi dengan ajaran Islam puritan. Segala bentuk budaya akan mudah diharamkan oleh orang seperti dia, dengan alasan tidak ada dalilnya,”.
Bahkan di dalam suatu kesempatan saat berceramah, Yazid Abdul Qodir Jawas menyampaikan bahwa bedug adalah haram dan mengundang roh. Sehingga hal ini memantik kritikan dari kalangan Nahdliyyin, salah satunya Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta, Taufiq Damas, menurutnya, bedug adalah budaya khas Indonesia. Budaya hukumnya mubah selama tidak berdampak membahayakan. “Mubah artinya boleh. Mau pakai bedug, boleh. Tidak pakai bedug, juga boleh,” tuturnya.
Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia sebagai negara yang tersusun dari beragam suku, budaya, dan agama. Menjadi kewajiban setiap warganya untuk menghargai setiap budaya yang ada, tanpa harus saling menyalahkan, menjatuhkan, atau sampai mengharamkan jika tidak mengetahui sumber hukum yang sebenarnya. Jika sampai ada orang yang dengan mudah mengharamkan atau bahkan sampai mengkafir-kafirkan, maka hal itu adalah perbuatan yang dapat menghancurkan persatuan.
Dalam hal ini, menurut kami, merupakan sebuah pukulan berat. Sebab, pada satu sisi, kami diupayakan untuk terus menyebarkan narasi-narasi perdamaian dan ikut serta merawat kerukunan, namun di sisi yang lain, justru merekalah yang dirangkul. Seperti ungkapan salah satu anggota Duta Damai Santri, kami masih kurang apa dalam hal ini? Tentunya, kami berharap untuk dipertimbangkan kembali terkait kerjasama dengan ARTVISI, agar tidak melukai hati kami.
Semoga catatan sederhana ini, menjadi pengantar awal untuk lahirnya sebuah rekomendasi-rekomendasi dan dapat bertatap muka untuk berdiskusi bersama dengan BNPT. Terimakasih dan mohon maaf, hormat kami pada BNPT
Moh. Faiq
Duta Damai Santri Jawa Timur