Oleh: Abdul Warits
Informasi menjadi salah satu alat di dalam menyebarkan narasi radikalisme dan terorisme. Apalagi, saat momentum Ramadan kelompok Radikal biasanya sering melancarkan aksinya untuk mengelabuhi masyarakat.
Ceramah di masjid, konten di media sosial dan informasi yang disebarkan kepada masyarakat menjadi momentum empuk bagi mereka untuk melancarkan aksinya. Oleh sebab itu, generasi muda penting dibekali dengan bagaimana mereka kritis terhadap Informasi agar tidak terjebak ke dalam paham Radikalisme yang mengarah kepada terorisme.
Berikut cara membedakan dan kritis terhadap informasi yang disebarkan melalui propaganda kelompok Radikal dan teroris. Generasi muda harus paham pengertian ini agar tidak terjebak kepada informasi yang salah.
1. Misinformasi
Misinformasi adalah informasi yang memang tidak benar atau tidak akurat, namun orang yang menyebarkannya berkeyakinan bahwa informasi tersebut sahih dan dapat dipercaya. Sejatinya tidak ada tujuan buruk bagi mereka yang menyebarkan konten misinformasi, selain sekedar untuk “mengingatkan” atau “berjaga-jaga”.
Berkat fitur interkonektivitasnya, media sosial menyusul peran media massa sebagai pembentuk opini publik. Meski konten di dalamnya bersifat sporadis, tidak teregulasi, dan terbuka pada kontribusi media sosial semakin menjadi andalan masyarakat dalam mencari sumber informasi.
Media sosial memainkan peran lebih besar selain sebagai sumber informasi, yakni sebagai ruang berkomunikasi dengan lingkaran internal yang sifatnya intim, sekaligus sebagai ruang diskusi yang sifatnya publik.
2. Disinformasi
Disinformasi adalah informasi yang juga tidak benar namun memang direkayasa (fabricated) sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang berniat membohongi masyarakat, sengaja ingin mempengaruhi opini publik dan lantas mendapatkan keuntungan tertentu darinya.
3. Malinformasi
Malinformasi adalah informasi yang memang memiliki cukup unsur kebenaran, baik berdasarkan penggalan atau keseluruhan fakta obyektif. Namun penyajiannya dikemas sedemikian rupa untuk melakukan tindakan yang merugikan bagi pihak lain atau kondisi tertentu, ketimbang berorientasi pada kepentingan publik.
Beberapa bentuk pelecehan (verbal), ujaran kebencian dan diskriminasi, serta penyebaran informasi hasil pelanggaran privasi dan data pribadi adalah ragam bentuk malinformasi.
Karenanya, isu hoaks dan propaganda yang dimainkan oleh kelompok terorisme dan Radikalisme tak bisa dipandang sebagai suatu yang sederhana, apalagi sekedar ditangani dengan solusi yang disimplifikasi.
Ada aktor dengan motif dan metodenya, ada medium dengan karakteristik pesannya, dan ada khalayak sebagai penerima pesan dengan kematangan checking behaviour-nya secara individual.
Karakter dan keunikan inilah yang kemudian mesti disikapi dengan hati-hati, karena tidak bisa satu metode penanganan bias bekerja mengatasi ragam jenis hoaks yang beredar di ranah maya apalagi proganda yang dimainkan.