Berkelana jauh meninggalkan tanah air ternyata membuat seseorang menjadi gundah gulana. Pasalnya, rasa cinta tanah air merupakan fitrah kesucian naluri manusia yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sehingga, menjadikan manusia memiliki ikatan yang kuat dengan tanah tumpah darahnya.
Hal ini sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Abu Tamam, mengenai komentar tentang cinta kepada tanah air:
نقل فؤادك حيث شئت من الهوى * ما الحبّ إلا لحبيب الأول
“Palingkanlah hatimu kepada apa saja yang engkau cintai!. Tidaklah kecintaan sejati kecuali untuk cinta pertama.
كم مترل فى الأرض يعشقه الفتى * وحنينه أبدا لأول مترل
Betapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati oleh seseorang, dan selamanya kerinduannya hanya untuk tempat tinggalnya yang semula.”
Sama seperti yang dirasakan oleh Abu Tamam, Bahauddin az-Zahir ketika merindukan tanah airnya juga merasakan hal yang sama. Sampai-sampai ia menuliskan sebuah syair yang sangat menyayat bagi para pendengarnya ketika ia jauh dari tanah kelahirannya.
Berikut ini adalah penggalan syair dari Bahauddin az-Zahir. Salah seorang penyair besar pada abad ke-5 Hijriah, yang karyanya banyak dijadikan bahan latihan sastra Arab di beberapa pesantren di Indonesia.
قَضَيْتِيْ فِي الْهَوَى، وَاللهِ مُشْكِلَةٌ * مَا اَلْقَوْلُ مَا اَلرَّأْيُ مَا اَلتَّدْبِيْرُ مَا اَلْعَمَلُ
“Keadaan kami yang saat ini sedang menanggung rindu. Demi Allah, sungguh hal ini merupakan masalah besar. Apalah kata, pendapat, angan, dan tindakan yang benar?
رسائل الشوق عندي لو بعثت بها * إليكم لم تسعها الطرق والسبل
Andai ku kirimkan untuk engkau catatan kerinduan yang aku simpan, pasti jalan-jalan dan persimpangan akan macet sesak.
أمسي وأصبح والأشواق تلعب بي * كأنما أنا منها شارب ثمل
Kami masuki sore dan pagi, sedang kerinduan terus mempermainkanku. Seakan semua rindu itu akibat kami menenggak racun.
واستلذ نسيماً من دياركم * كان أنفاسه من نشركم قبل
Aku nikmati hembus angin dari arah rumah-rumah kalian, seakan hembusan itu berasal dari kecupan yang kalian tebar.
وارحمتاه لصب قل ناصره فيكم * وضاق عليه السهل والجبل
Duhai betapa malangnya rasa rindu, sedikit yang dapat membantu untuk melepaskan rasa itu. Jalan dan gunung terasa sempit akibat rindu.
يا غانبين وفي قلبي أشاهدهم * وكلما انفصلوا عن ناظري اتصلوا
Duhai sosok-sosok yang hilang, di hati ini aku tetap menatap kalian. Tiap kali kalian terpisah dari jarak pandang mataku, justru arti kalian makin erat tanpa jarak di hati ini.
قد جدد البعد قريبا في الفؤاد لهم * حتى كأنهم يوم النوى وصلوا
Jarak yang jauh telah memperbaharui makna kedekatan di hati. Sampai-sampai, seakan hari perpisahan justru adalah pertemuan.
أنا الوفي لأحبابي وإن غدروا * أنا المقيم على عهدي وإن رحلوا
Aku tetap setia untuk sosok-sosok yang mencintaiku, meski kalian mungkin telah berpaling. Aku akan tetap berpegang akan janjiku, meski kalian mungkin telah menghilang.”
Pergi meninggalkan tanah air memunculkan banyak kesedihan dan menciptakan duka lara. Tanah air bagaikan kekasih pertama yang tidak ada penggantinya. Uraian syair di atas telah menggambarkan betapa laranya perasaan Bahauddin az-Zahir yang tidak ada obat kecuali bertemu dengan tanah kelahirannya.
Setidaknya dengan membaca syair ini, kita bisa lebih mencintai tanah air kita. Menjaga dan merawat agar tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena tanpa tanah air, bagaimana kita akan bisa hidup?
Baca juga: Persaksian Anak Indigo: Orang yang Telah Meninggal itu Hakikatnya Masih Hidup
Tonton juga: Bismillahirohmanirrohim, Launching “Duta Damai Santri Jawa Timur”.
Syair Kerinduan Tentang Rasa Cinta Kepada Tanah Air
Syair Kerinduan Tentang Rasa Cinta Kepada Tanah Air
Syair Kerinduan Tentang Rasa Cinta Kepada Tanah Air
Syair Kerinduan Tentang Rasa Cinta Kepada Tanah Air