Oleh: Abdul Warits
Menurut ketentuan hukum Indonesia, aksi terorisme dikenal dengan istilah Tindak Pidana Terorisme. Negara Indonesia memasukkan terorisme sebagai tindak pidana, sehingga cara penanggulangannya pun menggunakan hukum pidana sebagaimana tertuang dalam peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (PERPU) Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2002 yang kemudian diperkuat menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 15 tahun 2003.
Judul Perpu atau Undang-Undang tersebut adalah Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pasal 1 ayat 1 Perpu No. 1 Tahun 2002 menyatakan bahwa tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur pidana sesuai dengan ketentuan Perpu. Perbuatan tersebut termasuk yang sudah dilakukan ataupun yang akan dilakukan.
Dua hal ini termaktub dalam pasal 6 dan pasal 7 (Perpu, 2002) Terkait dengan unsur-unsur tindak pidana terorisme, ada perbedaan antara pasal 6 dan 7. Pasal 6 menyatakan; Pelaku tindak pidana terorisme adalah setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, atau menimbulkan korban yang bersifat massal.
Dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional.
Dikutip dari berbagai sumber, sejumlah tokoh menilai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 atau Instruksi Presiden (Inpres) No. 24 Tahun 2003 belum cukup untuk mendorong Kepolisian dalam memberantas terorisme di Indonesia. Karenanya pengesahan RUU Terorisme dinilai sangat penting dan tidak boleh ditunda-tunda lagi mengingat ancaman teror terus meningkat di Tanah Air.
RUU ini adalah kepentingan nasional. DPR dan Pemerintah tidak bisa menunda-nunda lagi pengesahan RUU ini, sehingga Polisi bisa cepat menindak teroris hingga masuk ke sel. Jika RUU Terorisme disahkan, kewenangan Kepolisian bisa lebih luas dalam menangani tindak pidana terorisme.
Selain itu, Kepolisian juga bisa langsung melakukan penindakan terhadap seseorang yang terbukti berafiliasi dengan ideologi kelompok teroris tertentu. Penyebab terorisme di Indonesia memiliki kecenderungan melakukan operasi pada target lunak yang ada di Indonesia. Penyebab terorisme lain yang juga muncul dan terjadi dalam lingkungan masyarakat, adalah ideologi yang terlegitimasi dan mengakar.
Gerakan terorisme juga dapat mengancam integrasi bangsa dengan beraneka macam propaganda dalam rangka menciptakan rekayasa konflik dari segala macam segmentasi kehidupan, baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, maupun segmen lainnya.
Kekerasan yang dapat mengakibatkan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. 13A. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 10A, Pasal 12, Pasal 12A, Pasal 12B, Pasal 13 hurufb dan hurufc, dan Pasal 13A. Dengan merujuk kitab-kitab klasik dan kontemporer, diputuskan bahwa hukum menembak mati seseorang yang terduga sebagai kelompok teroris adalah boleh, bahkan wajib.
Upaya pemerintah Indonesia dalam menangani kasus terorisme adalah dengan meminimalisir penyebab utama terorisme, merevisi UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Counter Attack , menjalankan ketentuan hukum serta melakukan kerjasama Internasional dalam menangani kasus terorisme di Indonesia.
Pendidikan memainkan peran penting dalam mencegah terjadinya aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Pendidikan yang baik dapat membentuk karakter yang kuat dan memperkuat pemahaman nilai-nilai Pancasila, toleransi, dan kebhinekaan.