Menjelang pemilihan umum, sebagai warga negara pastinya memiliki hak untuk menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin negeri ini. Akan tetapi terkadang sebagai pemilih, kita masih belum dapat menentukan siapa calon yang pantas untuk dipilih. Tulisan berikut akan memaparkan bagaimana kriteria pemimpin yang pantas untuk dipilih.
Kriteria Pemimpin dalam Literatur Islam Klasik
Dalam literatur siyasah Islam klasik, seorang pemimpin selalu digambarkan sebagai figur yang sempurna. Pada dirinya terpadu kualitas-kualitas ideal secara fisik, intelektual, moral dan status sosial.
Gambaran ideal ini tidak berlebihan, karena dalam konsep siyasah klasik, imam yang dimaksud adalah pemimpin agung (al-imām al-a’ẓam), yang memiliki otoritas agama dan politik (hirāsah ad-din wa ad-dunya) yang tak terbatas. Bahkan, seorang pemimpin dapat dilukiskan sebagai bayangan Tuhan.
أَنَّ السُّلْطَانَ ظِلُّ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ
“Pemimpin adalah bayangan Allah di bumi”. (HR. Al-Baihaqi)
Menurut al-Munāwiy dalam At-Taisir bi Syarh al-Jami’ as- Shaghir, hadis tersebut bukan untuk melegitimasi posisi pemimpin sebagai figur superior, melainkan menunjukkan bahwa pemimpin adalah orang yang bertanggungjawab melindungi orang-orang lemah untuk mendapatkan hak-haknya.
Sebagai pengganti otoritas kenabian, kriteria-kriteria ideal seorang pemimpin yang banyak dirumuskan dalam literatur siyasah Islam klasik, di antaranya:
- Islam;
- Laki-laki;
- Ar-Rusyd (dewasa dan berakal normal);
- ‘Adālah (karakter yang mencegah berbuat kemaksiatan);
- Memiliki kecakapan terhadap hukum agama dan dalilnya;
- Memiliki indera yang normal
- Memiliki karakter mawas diri tehadap kemaslahatan rakyat;
- Memiliki garis keturunan Quraisy.
Rumusan ideal tentang kriteria pemimpin itu sedikit-banyak tentu akan mengalami kehilangan relevansi ketika dibawa dalam konteks teori politik modern. Seperti misalnya syarat harus berasal dari klan Quraisy, harus beragama Islam, harus adil, harus laki-laki dan lain-lain.
Baca juga: Partai Politik di Pemilu 2024 Berafiliasi dengan Kelompok Teror, Benarkah?
Hilangnya Relevansi Klan Quraisy
Menurut Ibn Khaldūn, klan Quraisy diwacanakan sebagai syarat al-imām al-a’ẓam dalam konsep siyasah Islam klasik lebih karena pertimbangan sosial-politik dari pada dalil agama. Sebab persyaratan demikian tidak sesuai dengan semangat egalitarian yang didukung Islam.
Klan Quraisy pada masanya adalah suku yang memiliki ikatan fanatisme kuat serta pengaruh dan hegemoni politik yang besar. Kenyataan ini merupakan modal politik yang sangat penting untuk memobilisasi dukungan dan ketaatan rakyat kepada pemimpin.
Oleh karena itu, menurut Ibn Khaldun, yang paling prinsipil menjadi syarat kepemimpinan bukan faktor klan, melainkan pengaruh dan dukungan besar yang dimilikinya.
Dukung kami dengan follow instagram Duta Damai Santri Jawa Timur
Kriteria Pemimpin Ideal